MAKALAH
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN DIRINYA
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata kuliah : Hadits Tarbawi II
Dosen pengampu : Muhammad Hufron, M.S.I.
Disusun oleh:
NAMA : NUR MAILLAH
NIM : 2021110087
KELAS : B
TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk yang di ciptakan Allah mempunyai kewajiban berhubungan terhadap Tuhannya dan terhadap sesama manusia. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain. Ia tidak akan mampu bertahan tanpa bantuan orang lain. Selain sebagai makhluk sosial, manusia adalah makhluk individu kompleks yang senantiasa ingin mengembangkan potensi dirinya. Ia mempunyai keinginan pemenuhan kebutuhan akan dirinya, kebutuhan sebagai makhluk individu dan kebutuhan sebagai makhluk yang beragama.
Melalaikan kebutuhannya dan menyakitidirinya termasuk dhalim terhadap diri sendiri. Hal ini sangat tercela dan tidak di benarkan oleh agama. Islam sangat menekankan keseimbangan pemenuhan kebutuhan. Manusia bukanlah malaikat yang harus senantiasa beribadah, ia juga harus memenuhi kebutuhan jasmaninya sebagai seorang makhluk yang beragama.
Di dalam makalah ini akan saya jelaskan lebih lanjut hubungan manusia dengan didinya.
PEMBAHASAN
- Materi Hadits
عَنْ عَا ئِشَةَ : اَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ بَعَثَ اِلَى عُثْمَا نِ بْنِ مَظْعُوْنٍ فَجَا عَهُ
فَقَالَ يَا عُثْمَانُ اَرَغِبْتَ عَنْ سُنَّتِيْ قَالَ لاَ وَاللهِ يَا ررَسُوْلُاللهِ وَلَكِنْ سُنَّتَكَ اُطْلُبُ قَالَ فَاءِنِّى اَنَامُ وَاُصَلِى واَصُوْمُ وَاُفْطِرْ وَاَنْكَحُ النِّسَاءَ فَا تَّقِ اللهَ يَا عُثْمَانُ فَاءِ نِّ لِاَ هلِكَ عَلَيْكَ حَقٌّا وَاِنَّلِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقٌّا وَاِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقٌّا فَصُمْ وَ اَفْطِرْ وَصَلَّ وَنَمَ
(رواه ابوداود فى السنن, كتاب الصلا ة باب ما يؤمربه من القصد فى الصلاة)
- Terjemah
Dari Aisyah R.A, bahwa Nabi SAW pernah mengutus seseorang kepada Usman bin Madh’un. Melalui utusan itu beliau bertanya, “ Hai Usman, apakah kamu tidak menyukai sunah ku?” jawabnya: ”tidak, demi Allah hai Rosulullah, sunah engkaulah yang saya cari!”. Sabda beliau : “sesungguhnya aku tidur, aku shalat, aku puasa, aku berbuka dan aku menikahi wanita”. Bertakwalah kepada Allah hai Ustman, karena keluargamu punya hak, tamumu juga punya hak, dan kamu juga punya hak terhadap dirimu sendiri.oleh sebab itu, berpuasalah dan berbukalah, shalatlah dan tidurlah.[1]
- Mufrodat
kamu tidak suka اَرَغِبْتَ :
saya cari : اُطْلُبُ
aku tidur : اَنَامُ
aku shalat اُصَلِّى :
aku berbuka اُفْطِرْ :
aku menikah اَنْكَحَ :
mengutus بَعَثَ :
Keluargamu لِاَهْلِكَ :
Tamumu لِضَيْفِكَ :
Hak/kewajiban حَقَّأ :
Dirimu sendiri لِنَفْسِكَ :
Perempuan : النِّسَاءَ
- Biografi Rowi
Nama lengkapnya Aisyah Abu Bakar Abdillah bin Abu Qunafah Ustman Akair bin amr bin Ka’ab bin Said bin Tam bin murrah bin Kaib lu’ay al-quraisyiyah at-taimiyah al-malikiyah.
Kun-yahnya adalah Ummu Abdillah. Rosulullah memberi kun-yah dengan anak saudaranya Asma’, yaitu Abdullah bin Az-Zubair. Menikah dengan Rosulullah di Mekkah ketika berumur 6 tahun, dan berkumpul dengannya di Madinah pada bulan Syawal sekembali dari perang Badar tahun 2 Hijriyah, ketika dia berumur 9tahun. Nabi meninggal ketika dia berumur 18 tahun. Hidup setelahnya selama 40 tahun dan meninggal pada tahyn 57 Hijriyah. Aisyah adalah seorang wanita yang paling luas ilmunya dan paling ahli di bidang fiqh. Diriwayatkan darinya sebanyak 120 hadits.[3]
Aisyah pernah terkena musibah berupa berita bohong seusai peperangan (628). Peperangan itu di ikuti oleh kaum munafik. Aisyah turut mendampingi Nabi SAW berdasarkan undian yang diadakan anatara istri-istri beliau. Aisyah merupakan tokoh yang kharismatik bagi kaum muslimin. Keutamaannya dari sisi Allah SWT banyak dimilikinya, hingga Rosul SAW menyatakan “keutamaan Aisyah atas seluruh wanita bagaikan keutamaan tsarid-tsarid atas seluruh makanan”, bahkan Jibril menyampaikan salam padanya melalui Rosulullah SAW.[4]
Selain itu Aisyah juga dikenal sebagai wanita yang gemar bersedekahkepada orang-orang fakir dan miskin, suka mendzhirkan nikmat Allah, dan menyebut-nyebutnya dalam rangka mensyukurinya. Aisyah dikenal sebagai orang yang mampu memberikan khutbah dengan baik dan komunikatif.[5] Aisyah juga dikenal sebagai ahli ilmu syariat dan ilmu tafsir al-quran. Aisyah banyak memberikan penjelasan tentang persoalan syariat yang berhubungan dengan kewanitaan, hubungan suami-istri, atau kerumah tanggaan.
- Syarah Hadits
اَرَ غِبْتَ (Tidak menyukai)
Maksudnya adalah membenci.
فَاِنْ لِاَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقٌّا (Karena keluargamu mempunyai hak)
Al-Khotobi berkata : jika seseorang menyakiti dirinya sendiri dan menyusahkan dirinya sehingga kekuatannya lemah, maka dia tidak dapat untuk melaksanakan kewajiban kepada keluarganya.
وَ اِنْ لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا (Dan tamumu juga memiliki hak)
Di dalmnya terdapat dalil bahwa seseorang sedang melakukan puasa sunah, ketika didatangi tamu maka di sunahkan kepadanya untuk berbuka dan makan bersama mereka(tamu). Hal ini dilakukan untuk menyenangkan hati tamu itu dan menambah kecintaannya, sebagaimana sabda Rosulullah SAW “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamu”.
وَصَلَ وَنَمَ (Serta shalat dan tidurlah)
Yaitu shalat pada sebagian malam dan tidur pada sisa sebagian malam yang lain.[6]
- Aspek Tarbawi
Rosulullah SAW melarang kita untuk berlebih-lebihan dalam bekerja sampai-sampai lupa kepada diri sendiri, keluarga, maupun orang lain seperti tamu, kerabat, saudara dan lain-lain. Seharusnya kita memperhatikan mereka semua karena sesungguhnya dari merekalah bantuan terdekat apabila mendapat musibah. Akan tetapi yang terjadi saat ini justru malah sebaliknya. Orang-orang sudah terlalu sibuk bekerja mencari nafkah sehingga lupa kalau sebenarnya masih punya keluarga, kerabat, saudara, dan tetangga. Seperti yang terjadi di kota-kota metropolitan, banyak sekali orang-orang yang brkerja dari pagi hari sampai larut malam sehingga waktu untuk keluarga dan sekitar hampir semua tersita untuk bekerja.
Dan tidak heran pula bila sekarang banyak anak-anak yang sudah tidak mengenal orang tuanya sendiri dikarenakan orang tua jatang berinteraksi secara intens kepada anaknya, waktu orang tua hanya di habiskan di tempat kerja, ketika pulang orang tua sudah lelah yang mengakibatkan mudah marah pada sang anak bila anak itu melakukan kesalahan kecil. Hal seperti itu yang menjadikan si anak akan semakin takut untuk berbicara kepada orang tuanya.
Dalam hal beribadah juga harus sesuai dengan porsinya. Menggunakan sebagian malam untuk tidur dan sisa sebagian malamnya untuk shalat. Karena ibadah yang berlebihan justru buruk akibatnya.
Rosulullah juga menganjurkan kita untuk bersikap adil dalam memanfaatkan waktu. Bekerja sesuai dengan waktunya, berinteraksi dengan keluarga sesuai porsinya, dan menggunakan waktu untuk berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan porsinya. Karena waktu yang sudah terlewatkan tidak akan kembali lagi.
Alangkah baiknya dimulai dari sekarang kita manfaatkan waktu sebaik-baiknya agar lebih adil antara waktu untuk diri sendiri, waktu untuk keluarga maupun waktu untuk kerabat atau orang lain di sekitar.
PENUTUP
Rosulullah mengajarkan agar kita bisa membagi waktu dan tidak berlebihan dalam melakukan sesuatu seperti beribadah dan bekerja. Meskipun hubungan manusia dengan dirinya sangat penting, akan tetapi beribadah yang tidak sesuai dengan porsinya itu tidak baik akibatnya. Apalagi ketika di sibukan dengan pekerjaan maka kita akan semakin merasa jauh dari keluarga dan sekuiat rumah rumah. Karena semua waktu tersita untuk mencari nafkah.
Jadi, mulai sekarang kita harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Boleh saja memenuhi kebutuhan diri sendiri asalkan tidak melupakan orang-orang di sekitar. Dan janganlah kita menjadi orang asing di tengah-tengah keluarga maupun di lingkungan rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bugha, Mustafa dan Syaikh Muhyidin Mistu. 2007. Al-Wafi: Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Arifin, Hafidz Bey. 1992. Tarjamah Sunan Abi Daud. Semarang: Asy Syifa.
Azyumardi. 2000. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi.
Departemen Agama RI. 2005. Al-quran dan Terjemahannya Special For Women. Bandung: Sygma.
Kitab Aunul Ma’bud. Jilid IV.
[3] Musthafa Al-Bugha dan Syikh Muhyiddin Mistu, Al-Wafi: Syarah Hadis Arba’in Imam Nawawi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), h.470
nama: shilfiana
BalasHapuskelas: B
nim: 2021110054
assalamualaikum wr.wb
bagaimana cara memanage waktu dengan baik, agar aktivitas yang kita lakukan dalam beribadah, belajar, istirahat itu bisa seimbang dan terkontrol dengan baik???
terimakasih
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapuskita harus bisa membiasakan dir, memang yang namanya membiasakan diri itu sulit dalam arti harus dipaksa dan istiqomah,kita juga membuat jadwal agarkita bisa mengatur waktu.
Hapusdina rina
BalasHapus2021110064
tolong jelaskan kembali maksud judul anda yaitu hubungan manusia dengan dirinya dan bagaimana cara menjalin hubungan baik dengan diri sendiri?
dari juduh pembahasan hadis saya "hubungan manusia dengan dirinya" yaitu bahwa manusia perli memperhatikan aspek jasmani pada dirinya. manusia tidak semata-mata mengejar ibadah saja dalam isi karena dalam isi hadis juga menggambarkan bahwa seorang Rosul pn yang taat beribadah tetap memenuhi kebutuhan dirinya.
Hapusmenurut saya cara berbuat baik dengan diri sendiri dengan taqwa karena taqwa adalah takut kepada Allah dimanapun kita berada, sehingga seorang hamba yang bertakwa akan terhindar dari perbuatan tercela dan dengan ini Allah akan menjaga kita baik di dunia manupun akhirat
terkadang kita itu lupa akan adanya manusia yang memiliki kelebihan dari kita, dan merasa kita itu sempurna, menurut anda bagaimana dengan adanya rasa yang demikian pada diri kita?bagaimana agar kita itu tidak sombong dengan apa yang kita miliki karena sesungguhnya Allah pemilik dari segalanya. ???
BalasHapusnama: eka karunia
HapusNIM: 2021110092
saya mau bertanya...............
menurut anda bagaimana cara menyeimbangkan antara memenuhi hak diri sendiri dengan memenuhi hak orang lain ( keluarga,saudara,teman dll)
balasan untuk khoridatul bahiyah
Hapuskita harus mengetahui terlebih dahulu sifat-sifat Allah dan juga memikirkan tentang adanya ciptaan Allah sebagaimana firman Allah: "berfikirlah kamu tentang ciptaan-Nya (Allah) dan jangan kamu berpikir tentang dzat-Nya." seperti manusia, jin, bumi, gunung, kaya, miskin, itu ada yang menciptakan atau memiliki yaitu Allah. kemudian kita harus bisa meresapi kenyataan ini dengan iman dan jangan lupa banyak bersyukur atas apapun yang diberikan oleh Allah.
jangan pernah memandang orang lain karena kekurangannya melainkan karena kelebihannya. sehingga kita tidak akan merasa paling sempurna karena orang yang paling pintar atau yang paling kaya sekalipun pasti masih membutuhkan bantuan orang lain dan mencoba merasakan hakikat kekurangan diri dan kelebihan orang lain.
balasan untuk Eka Karunia
Hapus.menurut saya terlebih dahulu kita harus bisa mengatur waktu dengan baik,,, kemudian kita melaksanakan hak kita terlebih dahulu kemudian memenuhi hak orang lain,,, dan mengutamakan kebutuhan yang bersifat wajib daripada kebutuhan sunnah.
Naila Qonita
BalasHapus2021110076
Assalamualaikum,,
numpang tanya ya tehh . . .
dalam penjelasan makalah anda di atas kan ada penjelasan tentang orang - orang yang sibuk bekerja, sehingga lupa akan keluarganya.
Nhah, yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana caranya agar orang-orang yang tengah sibuk dengan pekerjaannya bisa membagi waktunya secara maksimal untuk keluarga dan pekerjaannya. Meskipun ada banyak pekerjaan yang di hadapinya.
terimakasih . . .
trima kasih,,,
Hapusya kan orang yang bekerja pasti tidak 1 minggu full. orang tersebut bisa saja menggunakan waktu liburnya untuk bersama keluarga,, misalkan ada waktu libur hri minggu, ya di usahakan hari minggu itu digunakan untuk jalan-jalan bersama keluarga. karena biasanya seorang anak yang jarang kumpul bersama orang tuanya pasti akan merasa tidak diperhatikan oleh orang tuanya dan akan menjadi anak yang tidak diharapkan.