Laman

new post

zzz

Minggu, 08 April 2012

F8-47 M. Charist Arrosyid


MAKALAH
HAKIM HARUS BERTINDAK ADIL

Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hadist Tarbawi 2
Dosen Pengampu : Ghufron Dimyati, M.Si.


stain




                                                                                                                







Disusun Oleh :
Kelas F
1.      M. Charist Arrosyid        202  111  0275

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
PEKALONGAN
2012

BAB I
PENDAHULUAN

Mata Kuliah Hadist Tarbawi 2 merupakan mata kuliah lanjutan dari Harist Tarbawi 1, dimana kedua-duanya membahas pada masalah-masalah kependidikan yang nantinya akan dibahas dan memecahkan suatu masalah yang berkembang pada masa sekarang namun penyelesaiannya dipandang dari kacamata hadist yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Pada makalah ini akan dibahas suatu tema yang membahas tentang peradilan atau khususnya adalah hakim yang dijelaskan pada lembar-lembar berikutnya. Hakim di sini adalah suatu hakim yang memiliki kompetensi dan mempunyai sikap yang adil, tidak terpengaruh oleh siapapun dan oleh apapun. Ia tegar dalam pendiriannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sehingga diperoleh suatu hukum yang benar dan tidak keliru. Kedudukan seorang hakim sangat berpengaruh sekali dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terdapat pada tatanan kehidupan bermasyarakat agar terjalin suasana yang aman dan tentram, sehingga tercapai suatu tatanan kehidupan yang menjunjung tinggi nilai hukum dan nilai-nilai keadilan.
Kendatipun demikian, masih banyak di Negara kita yang menyelewengkan wewenang sebuah hakim, mereka tidak bisa bersikap adil dan curang dalam putusan hukum yang sehingga merugikan satu pihak yang sebenarnya benar namun disalahkan dan yang salah dibenarkan. Ini merupakan suatu kenyataan yang terbalik dan melanggar sebuah hadist yang akan dibahas pada makalah ini. Di sinilah kegunaan suatu hadist hukum yang membantu menyadarkan seorang hakim untuk menggunakan wewenangnya secara bijak dan professional. Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut pada lembar berikutnya.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teks Hadist
عن ابى بريدة عن ابيه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ﴿ القضاة ثلاثة: اثنان فى النار وواحد فى الجنة. رجل عرف الحق فقضى به فهو فى الجنة. ورجل عرف الحق فلم يقض به وجار فى الحكم فهو فى النار. ورجل لم يعرف الحق فقضى للناس على جهل فهو فى الناررواه الاربعة وصححه الحاكم
B.     Mufridat
القضاة:Hakim, orang yang mengadili جار : Berlaku curang, tidak adil
الحق: Kebaikan, kebenaran                            جهل: Kebodohan, senonoh
عرف, يعرف : Mengerti, mengetahui
C.    Terjemahan Hadist
Dari Abu Buraidah, dari Ayahnya berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Hakim itu ada tiga macam. Dua hakim berada di neraka dan satunya berada di syurga. Hakim yang mengetahui kebenaran kemudian ia menetapkan hukum dengannya, maka ia berada di syurga. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran tetapi ia tidak menetapkan hukum dengannya dan berlaku curang dalam hukum, maka ia berada di neraka. Dan hakim yang tidak mengetahui kebenaran lalu menetapkan hukum kepada manusia di atas kebodohan, maka ia berada di neraka” {HR. Empat Imam Hadist dan dinilai shahih oleh al-Hakim}
D.    Biografi Rawi Hadist (Buraidah)
Nama lengkapnya adalah Buraidah bin al-Hashib bin Abdullah bin Harist bin al-Aroj bin Sa’ad bin Udway bin Sahm bin Mazin bin al-Harist bin Salaman bin Aslam bin Afsha al-Aslamiy. Beliau biasa dipanggil Abu Abdullah, pendapat lain mengatakan Abu Sahl dan Abu Hasan.
Buraidah bin al-Hashib termasuk di antara para kaum Anshor dari Bani Sahm yang menyatakan diri untuk membela Islam, beliau ikut shalat di belakang Rasulullah SAW dan pernah ikut perang di Khurasan pada masa Khalifah Ustman bin Affan, dan wafat pada masa kholifah Yazin bin Muawiyah. Menurut Ibn Sa’ad beliau berumur 63 tahun, sama dengan Rasulullah SAW[1].
E.     Penjelasan Hadist
Qadha’ secara etimologi adalah bentuk masdar dari qadha’-yaqdhi-qadha’an-fahuwa qaqdhin. Al-Qadha’ dapat diartikan dengan beberapa arti yaitu; menetapkan hukum, memisahkan, menghukumi, melewati, selesai dari sesuatu dan menciptakan. Secara terminologi al-Qadha’ adalah menetapkan hukuman dan memisahkan persengketaan. Dan itu merupakan fardhu kifayah.
Hadist di atas membagi keberadaan hakim ke dalam tiga golongan yaitu; (pertama) hakim yang mengetahui kebenaran dan hukum syari’at lalu ia menetapkan hukum tersebut, maka ia berarti sosok yang kuat yang dapat dipercaya atas jabatan yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya. Hakim seperti ini termasuk ahli syurga. (kedua) Hakim yang mengetahui kebenaran dan sangat memahami sekali hukum syari’at akan tetapi hawa nafsunya menipunya lalu ia menetapkan hukum dengan tidak benar. Hakim seperti ini termasuk penghuni neraka. (ketiga) Hakim yang tidak mengetahui kebenaran dan tidak mengethaui syari’at, akan tetapi ia memberanikan diri dan menetapkan hukum dengan kebodohan. Hakim seperti ini termasuk penghuni neraka, baik hukum yang ditetapkannya benar ataupun salah.
Dalam hadist tersebut terdapat keterangan ancaman keras mengenai pelaksanaan ketetapan hukum yang didasarkan pada hawa nafsu atau ketetapan hukum atas dasar kebidihan. Hak-hak Allah SWT sangat agung dan siksa Allah SWT sangat pedih.
Syaikhul Islam berkata: “Hal yang wajib adalah menjadikan jabatan peradilan sebagai tuntunan agama dan ibadah. Jabatan peradilan merupakan ibadah yang paling utama. Hanya saja kebanyakan mereka menjadi rusak karena mereka mencari kedudukan dan harta dalam jabatan tersebut”. Dikatakan dalam Syarh al-Iqna: “dalam peradilan terdapat hal yang sangat berbahaya sekali dan peran yang besar bagi orang yang menginginkan kebenaran”. Hal ini sesuai dengan hadist:
من جعل قاضيا, فقد ذبح بغير سكين
Artinya: “Barang siapa yang dijadikan sebagai hakim, maka sungguh ia telah disembelih dengan tanpa pisau”.
Dan bagi orang yang tidak mengerti sedikitpun tentang hukum, haram hukumnya menjabat sebagai hakim. Syaikh Taqiyuddin berkata: “perbedaan antara seorang hakim dan seorang mufti adalah, sesungguhnya seorang hakim menjelaskan hukum syari’at dan menetapkannya sementara seorang mufti hanya menjelaskannya saja”.
F.     Aspek Tarbawi Hadist
Peradilan berarti menetapkan hukum syari’at dan menyelesaikan pertikaian. Seorang hakim harus memiliki tiga sifat yaitu; dari sisi penetapan dakwaan, ia sebagai saksi. Dari sisi penjelasan hukum, ia sebagai mufti dan dari sisi penetapan hukum, ia sebagai pemilik kekuasaan.
Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan hukum adalah firman Allah SWT yaitu QS. Shaad ayat 26. Peradilan adalah fardhu kifayah bukan fardhu ain seperti masalah kepemimpinan pemerintahan. Imam Ahmad berkata: “masyarakat harus memiliki seorang hakim agar hak-hak mereka tidak hilang
Seorang pemimpin Negara harus mengangkat seorang hakim untuk menyelesaikan pertikaian yang ada di masyarakat, karena merupakan prasarana seorang pemimpin besar. Hakimlah orang yang mengurusi masalah masyarakat. Seorang pemimpin harus mengangkat hakim sesuai dengan kebutuhan sebagai wakil darinya di berbagai penjuru kawasannya.
Para pemimpin umat Islam harus segera menerapkan syari’at Allah afar mereka mendapatkan kesejahteraan hidup, dimana kesejahteraan tersebut akan dialami oleh masyarakat, yaitu dengan mendapatkan rasa aman dan ketenangan dalam naungan syari’at Islam.
Hakim harus mengetahui sepak terjang masyarakat dan kondisi mereka. Apabila seorang hakim tidak mengetahui hal tersebut serta masalah perintah dan larangan yang ada dalam al-Qur’an kemudia ia menetapkan suatu hukum, maka kerusakan yang didapatnya lebih besar dari pada kemashlahatannya. Hakim pun harus memiliki sikap-sikap yang baik, cerdas akalnya, paham dan mengetahui sunnah Nabi Muhammad SAW dan atsar serta masalah-masalah fiqh dan ijtihad[2].

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Qadha’ secara etimologi adalah bentuk masdar dari qadha’-yaqdhi-qadha’an-fahuwa qaqdhin. Al-Qadha’ dapat diartikan dengan beberapa arti yaitu; menetapkan hukum, memisahkan, menghukumi, melewati, selesai dari sesuatu dan menciptakan. Secara terminologi al-Qadha’ adalah menetapkan hukuman dan memisahkan persengketaan. Dan itu merupakan fardhu kifayah.
Hakim dibagi menjadi tiga golongan yaitu; (pertama) hakim yang mengetahui kebenaran dan hukum syari’at lalu ia menetapkan hukum tersebut, maka ia berarti sosok yang kuat yang dapat dipercaya atas jabatan yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya. Hakim seperti ini termasuk ahli syurga. (kedua) Hakim yang mengetahui kebenaran dan sangat memahami sekali hukum syari’at akan tetapi hawa nafsunya menipunya lalu ia menetapkan hukum dengan tidak benar. Hakim seperti ini termasuk penghuni neraka. (ketiga) Hakim yang tidak mengetahui kebenaran dan tidak mengethaui syari’at, akan tetapi ia memberanikan diri dan menetapkan hukum dengan kebodohan. Hakim seperti ini termasuk penghuni neraka, baik hukum yang ditetapkannya benar ataupun salah.
B.     Saran
Manusia tidak lepas dari salah dan kekhilafan, apabila masih ada kesalahan baik dari segi bahasa maupun tulisan, kami dari penyusun makalah mohon di perbaiki guna menyempurnakan dari makalah kami ini.






DAFTAR PUSTAKA


Al Bassam,Abdullah bin Abdurrahman.Syarah Bulughul Maram.Jakarta: Pustaka Azzam.2007
Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqolani.Ta’ribut Tahdzib.Beirut: Darul Fikri Juz 2.1995


[1] Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqolani,ta’ribut Tahdzib,(Beirut: Darul Fikri Juz 2,1995), hlm. 782
[2] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam,Syarah Bulughul Maram,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 194-201

33 komentar:

  1. nur aini
    2021110263
    F

    menurut anda bagaimana hakim yang sesuai dengan syariat islam dan apakah praktik di Indonesia sendiri sudah sesuai dengan syariat islam?thanx....

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala terima kasih atas pertanyaannya,

      hakim yang sesuai dengan syari'at Islam adalah seorang hakim yang menjalankan peradilan sesuai dengan al-Qur'an dan Hadist, karena keduanya adalah sumber hukum Islam yang fundamental.
      sedangkan hukum di Indonesia sendiri belum bisa disamakan dengan hukum Islam, meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, namun indonesia adalah negara republik yang hukumnya berlandaskan pada pancasila dan UUD 45,namun ruh dari kedua landasan tersebut adalah syari'at Islam.untuk praktek hukum secara umum ada yang sudah sesuai, namun di sisi lain ada yang belum, sedangkan praktek hukum secara khusus seperti KHI sudah sesuai dengan syari'at Islam

      kullu haqqin lillahi, syukron wal 'afwu minkum,,,

      Hapus
  2. sebenarnya siapa yang patut untuk paling di salahkan hakim yang menerima suap atau orang yang menyuap hakim? dan solusi untuk menghilangkan praktek tersebut itu bagaimna? agar hukum di negeri kita bersih!

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala, terima kasih atas pertanyaannya,

      pembicaraan soal suap menyuap dalam hukum tidak ada yang harus disalahkan, karena memang kedua-duanya memang salah. semuanya akan masuk ke dalam neraka.
      untuk solusi, ayo kita koreksi diri sendiri bagaimana ihwal diri kita. pantaskah jika kita menjadi pemimpin namun berbuat dholim kepada yang kita pimpin? sehingga perkuatlah iman kita, dengan mengetahui bagaimana kita mengambil jalan, kita menyadari hak-hak dan kewajiban orang lain terhadap kita, bentengi diri kita dengan itu semua.

      kullu haqqin lillahi ta'ala, syukron wal afwu minkum,,,,

      Hapus
  3. Heni Maysaroh
    2021110280
    F

    hmmm__ gy bahasan na suap suapin agy nie nyambung na hehehe ^_^

    eh mas

    Gimana sich menurut mu mas__ mengenai pengaruh emosional hakim perempuan dalam mengambil keputusan suatu perkara ?

    COZ biasanya perempuan kan lebih mengedepankan hati__ hehehe__

    Thax fo ur Atention,,, Monggoh__ ^_^

    BalasHapus
  4. ibnu athoillah
    202 111 0282

    mas jhoon..
    bgmna konsep adil menurut islam mas jhoon?? terus bagaimana dengan aplikasi di negara kita, mohon dijelaskan bagaimana jalan tengah y ang harus dilakukan seorang hakim muslim yang bekerja di sebuah tatanan hukum di indonesia? atur nuhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala, terima kasih atas pertanyaannya,,,

      adil menurut islam adalah suatu sikap yang seimbang sesuai dengan hak dan kewajibannya, tidak mementingkan hak, dan tidak pula mementingkan kewajiban. sehingga tatanan kehidupan berjalan dengan baik dan teratur. kita hidup tidak dinegara Islam, tapi kita hidup di negara republik dengan banyak agama. sehingga tidak hanya mengedepankan hukum agama, namun juga hukum negara, sesuai dengan perintah Allah untuk mentaati Rosululloh dan pemerintahan. bagi seorang hakim juga harus menjalankan kekuasaannya dengan baik, sesuai dengan negara dan sesuai dengan agama, yang perlu digaris bawahi adalah selama tidak melanggar masalah aqidah agama Islam itu sendiri, selama tidak mencampuri urusan aqidah, laa ba'sa lah,tidak ada bahaya iku maujud

      kullu haqqiin lillahi ta'ala, syukron wal 'afwu minkum,,,

      Hapus
  5. ARIF STIAWAN
    2021110270

    gimna ngomongnya ya,,,,,,
    sang hakim kan pd dsrnya ga tau duduk perkara yang sesungguhnya kan.
    intinya, gimana kalo hakimnya itu dikelabuhi oleh pengacara yg pndai membolak-balikkan fakta, saksi yg berdusta, dan bukti yg direkayasa...?

    mkch, smoga mudeng

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala, terima kasih atas pertanyaannya,,,

      seseorang yang tidak tahu duduk perkara yang akan dihukuminya, maka tidak boleh seseorang itu menghukumi dzalik.
      seandainya ada seorang hakim sudah menghukumu sesuatu, namun dia tidak mengetahui bahwa dia telah ditipu oleh saksi dan bukti, maka hakim tersebut tidak menanggung dosa atas apa yang telah diputusinya, namun jika telah diketahui, maka hakim wajib menarik dan memperbaiki hasil keputusannya yang telah lalu, dan merubahnya sesuai dengan kejadian aslinya.

      kulllu haqqin lillahi ta'ala, syukron wal 'afwu minkum,,,

      Hapus
    2. tapi bro, di akhir hadits kan dikatakan
      "Dan hakim yang tidak mengetahui kebenaran lalu menetapkan hukum kepada manusia di atas kebodohan, maka ia berada di neraka”

      apakah hakim sperti yg sya tnyakan tidak termasuk ke dalam golongan ini?

      Hapus
  6. eni marfuah
    2021110238

    menurut pemakalah, karakter yang seperti apakah seseorang yang bisa dijadikan hakim?

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala, terima kasih atas pertanyaannya,,,

      karakter seseorang berhak menjadi hakim,
      1. dia adalah orang yang berilmu, khususnya dalam masalah hukum itu sendiri,
      2. mengetahui dasar ia menetapkan hukum, baik itu al-wur'an dan hadist, atau sumber hukum yang lainnya.
      3. mengetahui duduk perkara yang akan ia hukumi
      4. yang tidak kalah pentingnya adalah ia dapat mengatur dan membatasi hawa nafsunya sehingga didapat penetapan hukum yang benar.

      kullu haqqin lillahi ta'ala, syukron wal 'afwu minkum,,,

      Hapus
  7. Syaiful Islam
    2021110250

    Bagaimana pandangan anda mengenai hakim di negeri ini yang berdemo, mogok kerja, dikarenakan menuntut kenaikan gaji..!
    Bgaimana dalam pandangan perspektif hadist diatas

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala, terima kasih atas pertanyaannya,,,

      yang saya lihat, jarang bahkan tidak ada seorang hakim yang berdemo, mogok kerja, dikarenakan menuntut kenaikan gaji, yang banyak berdemo adalah rakyatnya yang menjadi korban hukum yang tidak adil, (mungkin saya salah tapi),

      namun, seorang hakim khususnya dalam Islam, tidak menuntut gaji dari apa yang dihukuminya, karena ia berkewajiban sebagai orang yang pandai dalam hukum, menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat. gaji hanyalah sebagai tanda terima kasih karena ia telah berusaha menyelesaikan masalah dhalik. sehingga tatanan kehidupan dalam masyarakat berjalan sesuai kodratnya.

      kullu haqqin lillah ta'ala, syukron wal 'afwu minkum,,,

      Hapus
  8. fahmi amrullah
    202 111 0248
    F
    “Barang siapa yang dijadikan sebagai hakim, maka sungguh ia telah disembelih dengan tanpa pisau” tolong jelaskan????

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala, terima kasih atas pertanyaannya,,,

      maksudnya adalah, jabatan seorang hakim adalah sangat berat sekali, tidak sembarang orang dapat menjadi hakim, karena ada kriteria tersendiri yang harus terpenuhi sehingga putusan yang diambil olehnya adalah kebenaran. jika seorang hakim mengambil putusan yang salah sedang ia mengetahui bahwa itu salah namun ia tetap menjalankannya, maka itu adalah suatu keputusan yang sangat fatal, di satu sisi ia dholim terhadap dirinya, di sisi lain ia juga berbuat dholim terhadap orang lain (ini yang lebih fatal). itulah yang dimaksud dengan disembelih dengan tanpa pisau.

      kullu haqqin lillahi ta'ala, syukron wal 'afwu minkum,,,

      Hapus
  9. nama:misroha
    nim:202109247
    kelas:f
    menurut pemakalah apakah hakim di indonesia sendiri sudah adil? terkait hukuman tempat penjara seorang koruptor ( orang berduit)dengan rakyat biasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala, terima kasih atas pertanyaannya,,,

      banyak memang seorang hakim di indonesia yang tidak berlaku adil, namun dari sekian banyak, saya percaya bahwa pasti ada hakkim yang adil dalam memutuskan sesuatu. meskipun minoritas,

      itulah oknum-oknum hakim yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya sehinnga ia tidak mendapat kejernihan dalam hati yang nantinya akan membuahkan sebuah keputusan yang baik, sebab hawa nafsu yang mengendalikan dirinya, semua keputusan yang ia ambil menjadi salah dan keliru, karena ia berhakim hanya karena masalah jabatan dan harta.

      kullu haqqin lillahi ta'ala, syukron wal 'afwu minkum,,,

      Hapus
  10. DWI KARTIKA SARI
    2021110251
    F
    Hakim yang seperti apa ,yang sudah bisa dikatakan sebagai hakim yang adil??????????????tolong jelaskan .

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala, terima kasih atas pertanyaannya,,,

      jawaban dari pertanyaan mbak sudah saya jawab pada pertanyaannya mbak eni dan mas atho' basyaiban

      kullu haqqin lillahi ta'ala, syukron wal 'afwu minkum,,,

      Hapus
  11. Yeni nur khasanah
    2021110266
    F

    bagaimana anda menyikapi permasalahan yang ada di negara kita baru-baru ini bahwa para hakim meminta gajinya dinaikkan, dengan alasan dari pada menerima suap tanpa adanya keadilan?apakah anda setuju dengan hal tersebut??alasannya apa?
    makacih sebelumnya.........

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala, terim kasih atas pertanyaannya,,,

      hufh, pertanyaannya hampir sama semua, tapi ndak pa2, tu malah membuat saya menjadi mudah,
      jawabannya sama pada pertanyaannya mas saiful Islam, dan saya tambahi, bahwa sebenarnya hakim itu adalah seseorang yang menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakt, bukanlah sebagai ajang untuk mencari kedudukan apalagi harta.

      kullu haqqin lillahi ta'ala, syukron wal 'afwu minkum,,,

      Hapus
  12. hakim juga manusia biasa...
    punya rasa punya hati...

    saya sering denger baik di media massa maupun cetak tidak sedikit seseorang/golongan yang terkena kasus melakukan intervensi (tekanan)berupa ancaman,pemecetatan,suap, pada seorang hakim yang membuat kerja seorang hakim tidak maksimal....
    sehingga bisa merubah suatu keputusan...

    bagai mana tngganpan anda soal itu..???
    beni siswanto
    2021110249
    kelas f

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala,terima kasih atas pertanyaannya,,,

      lagi-lagi pertanyaannya hampir sama,hehe
      jawabannya ada di pertanyaannya mas mursalin,,,

      kullu haqqin lillahi ta'ala,syukron wal 'afwu minkum,,,

      Hapus
  13. abdul latif
    2021110241


    apa yang harus di kritisi terhadap hakim jaman sekarang yang begiyu mudahnya di suap?

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala, terima kasih atas pertanyaannya,,,

      lhoo,,,koq hampir sama lagi,
      jawabannya ada di pertanyaannya mas mursalin lagi, sedikit tambhan, kritisi diri sendiri baik yang menyuap atau yang disuap,,,

      kullu haqqin lillahi ta'ala, syukron wal 'afwu minkum,,,

      Hapus
  14. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  15. nur khasanah
    2021110244

    bagaimana cara mengetahui keadilan seorang hakim??
    sebernanya pelajaran dan pendidikan apa sich yang perlu ditekankan di negara kita ini,,berdasarkan realita tersebut !!!
    ngono wae lahhh....

    BalasHapus
    Balasan
    1. hamdan lillahi ta'ala, terima kasih atas pertanyaannya,,,

      keadilan seorang hakim dapat diketahui dari bagaimana ia mengambil keputusan, bagaimana keadaaan seorang hakim tersebut, apakah ia sering mengedepankan hawa nafsunya atau tidak? dapat diketahui juga dengan hasil keteraturan keamanan dan ketentraman dalam masayarakat atas putusan hakim yang bersangkutan.

      penekanan pendidikan dan pelajaran bagi negara indonesia adalah pendidikan moral dan akhlak, sehingga hakim dapat menggunakan wewenang memutuskan sesuatu dengan baik, sesuai hak dan kewajibannya.

      kullu haqqin lillahi ta'ala, syukron wal 'afwu minkum,,,

      Hapus
  16. terima kasih, semoga semua jawaban saya bermanfaat bagi kita semua, baik di dunia dan akhirat, amiin,,,

    terima kasih pula atas semua partisipasinya,,,
    berlindung kepada Allah semata, taufik dan hidayahNYA serta rahmatNYA selalu aku harapkan

    BalasHapus
  17. Hartini
    2021110237

    Hakiim harus bertindak adil,, namun pada kenyataanya banyak hakim yg tidak adil dalam memutuskan suatu perkara. lalu bagaiamana menurut anda jika masih banyak hakim-hakim yg tidak adil terlebih lagi hakim yg menerima suap dalam pandangan islam yg berkaitan dengan hadits tarbawi.

    BalasHapus
  18. dadang irwanto
    2021110256

    "dari sisi penetapan dakwaan, ia sebagai saksi. Dari sisi penjelasan hukum, ia sebagai mufti dan dari sisi penetapan hukum, ia sebagai pemilik kekuasaan."
    apa yang ada pahami tentang kalimat itu?

    BalasHapus