PROPORSIONAL
DALAM MENDIDIK
Mata
Kuliah: Hadits Tarbawi II
Disusun
Oleh:
Rizqi Maulina (2021113039)
Kelas:
G
JURUSAN
TARBIYAH
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Alkhamdulillah,
puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah-Nya,serta
inayah-Nya yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada saya, sehingga
saya mampu menyelesaikan makalah Hadits Tarbawi II dengan judul Proporsional
Dalam Mendidik.
Sholawat
serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat hingga akhir zaman. Yang telah membawa
kita dari alam kebodohan menuju alam terang benderang bercahayakan iman, islam
,dan ikhsan.
Tak lupa pula saya mengucapkan
terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Hadits Tarbawi II bpk.Muhammad Ghufron
M.S.I yang telah mendukung saya hingga terselesaikanya makalah ini. Dengan
keterbatasan waktu dan ilmu yang saya miliki dan masih banyak materi yang
seharusnya ada dalam makalah ini maka tentu banyak kekuranganya. Maka ada
sesuatu pepatah mengatakan “Tiada gading yang tak retak” maka saya mengharapkan
kritik dan saranya untuk lebih baik.
Akhir
kata saya mengharapkan semoga dari Makalah Hadits tarbawi II ini dapat
mengambil hikmah dan manfaat nya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap
pembaca.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Peran orang tua dalam mendidik anak sangat di perlukan dalam
perkembangan anak. Memiliki anak yang sholeh adalah dambaan setiap orang tua,
untuk mewujudkanya. Orang tua memiliki cara yang berbeda beda. Ada orang tua
yang berharap anaknya menjadi shalih dengan memberikan banyak aturan, ada pula
yang mengaharapkan anaknya menjadi shalih apabila diberikan banyak dorongan
kebebasan. Setiap pola didik akan memberikan dampak tersendiri. Adanya pola
didik yang berbeda-beda dalam sebuah keluarga yang menghasilkan karakter anak
yang berbeda pula. Dan bukan hanya keproporsioanalan saja yang di tanamkan,
melainkan mendidik yang baik yang mampu mengarahkan anak didik itu menjadi
lebih baik dan produktif.
Setiap orang tua memang diperintahkan untuk
mendidik anak-anaknya. Mendidik yang dimaksud dalam ini bukanlah asal mendidik sesuka saja, melainkan
pola didik yang baik. Orang tua diharapkan dapat bertindak sesuai dengan
porsinya dan tidak berlebih-lebihan ketika menghadapi seorang anak. Dengan pola
didik yang proporsional antara pemberian kasih sayang dan ketegasan, maka akan
terbentuk kepribadian anak yang shalih, dan bukan hanya berakhalak baik dalam
duniawi saja, namun juga baik dalam urusan akhirat.
PEMBAHASAN
Pendidikan anak adalah tugas orang
tua untuk menyiapkan generasi penerus yang berkualitas. Sebagai orang tua harus
sama sama bertanggung jawab atas anak didiknya, baik dalam hal kesejahteraan,
intelektual, spiritual maupun akhlaknya. Tanggung jawab itu harus di pikul
bersama-sama dan tidak ada yang lebih ditekankan siapa yang harus menanganinya.
Islam menekankan peranan ayah dalam mendidik anak. Bila sementara ini
masyarakat kita selalu menekankan pendidikan anak hanya di pundak ibu, hal ini
tidak sesuai dengan al-Quran dalam surat Luqman/31:13-19 menunjukan bahwa ayah
mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengasuhan dan pendidikan anak.
Partisipasi ayah dalam mendidik anak sangat penting.[1]
Keluarga adalah satu kesatuan atau
organisme ia bukanlah kumpulan individu-individu. Keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu yaitu mempunyai peran utamanya adalah memberikan perhatian, kasih
sayang, dan membesarkan anak-anak sehingga menjadi manusia yang berguna.[2]
Begitupun aturan-aturan di keluarga bertujuan agar sistem keluarga berjalan
dengan baik. Karena itu semua anggota keluarga harus memahaminya. Aturan-aturan
keluarga ada yang fleksibel dan ada pula yang kaku. Setiap komponen keluarga
(ayah, ibu, anak ) berfungsi dengan mengarahkan, membina, dan memberikan
perhatian dan kasih sayang.[3]
Di dalam keluarga tidak terlepas
dari sistem nilai yang ada di masyarakat tersebut. Sistem nilai menentukan
perilaku anggota masyarakat yaitu agama, adat istiadat, nilai-nilai sosial, dan
nilai-nilai kesakralan keluarga.[4]
Dalam salah satu haditsnya melalui Tirmizi, Rosulullah menekankan pentingnya
mendidik anak dengan atas dasar keislaman.
Sebagai orang tua hendaknya mengasuh
anak dengan (hadhanah) yaitu mengasuh anak dengan jalan mendidik dan
melindunginya. Seorang ibu biasanya lebih sabar dan lebih dapat memberikan
perhatian khusus ketika mengasuh anaknya. [5]
Hadits Proporsional
dalam Mendidik
2- عن عمرو بن
شعيب عن أبيه عن جده قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : { مروا أبناءكم باالصلاة
لسبع سنين واضربوهم عليها لعشر سنين وفرقوا بينهم في المضاجع وإذا انكح أحدكم عبده
أو أجيره فلا ينظروا الي شيء من عورته فإن ماأسفل من سرته الي ركبتيه من عورته } (
رواه أحمد في المسند, مسند المكثرين من الصحابة )
MUFRODAT
Suruhlah
|
مروا
|
pukulah
mereka
|
واضربوه
|
Dan pisahkanlah
|
وفرقوا
|
Tempat tidur
|
المضاجع
|
arPus
|
أسفل
|
Dari Amr bin syu’aib dari ayahnya, dari kakenya,dia
berkata: Rosulullah SAW bersabda:“Suruhlah anak-anak kalian mengerjakan
shalat sejak berusia7 tahun, dan pukulah
mereka atas perintah shalat jika melalaikanya ketika mereka berusia 10 tahun,
dan pisahkanlah tempat tidur mereka. Dan apabila kalian menikah dengan budak
atau tetangga maka jangan melihat kepada sesuatu dari auratnya melainkan apa
yang berada diantara pusar sampai lutut.” (HR. Imam Ahmad).
Biografi perowi (Imaam Ahmad Bin
Hanbal)
Beliau
adalahh Al-Imam Jalil Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy-Syaibaniy, imam Madzhab
yang sabar menghadapi cobaan dan yang membantu menyebarkan sunnah.
Beliau
berasal dari Marwa, sedang ayahnya dari sajis, beliau lahir di Baghdad pada
Rabi’ul awal tahun 164 H. Wafat disana pula pada hari Jum’at tanggal 12 Rabiul
Awwal tahun 241 H.Beliau memiliki kitab yang disebut dengan “Al-Musnad” yang
termasuk kumpulan kitab-kitab sunnah yang termasyhur.[6]
Dari
hadits di atas menjelaskan, wajib sholat
bahwa ketika anak telah mencapai usia 7 tahun maka perintahkanlah untuk sholat
agar mereka setidaknya terbiasa dengan kebiasaan baik. Dan ketika menginjak
umur 10 tahun apabila masih juga dalam melakukan sholat anak tersebut tidak
sadar maka boleh memeberikan hukuman
lewat pukulan namun hanya sekedarnya saja. Dan juga para ayah dan ibu di perintahkan untuk
memisahkan tempat tidur anak-anak jika mereka sudah mencapai usia 10 tahun.
Jika mereka bercampur dalam satu tempat tidur, sedang mereka sudah menginjak
masa peralihan atau mendekati masa itu, dikhawatirkan sebagian mereka melihat
aurat yang lainya ketika tidur tidak terjaga, sehingga bisa mengakibatkan
rangsangan seksual. [7]
Pendidik harus sangat memperhatikan
pemberian arahan kepada anak yang menginjak masa peralihan, anak baligh tentang
segala hal yang memperbaiki akhlaknya dan menempatkan instingnya pada tempat
yang sebenarnya. Hukuman dengan memukul adalah hal yang di terapkan oleh islam.
Dan ini dilakukan pada tahap terakhir setelah nasehat dan meninggalkanya.[8]
Kedua orang tua harus memberikan pengajaran dan pendidikan, seperti guru dan
pembimbing. Jika tanggung jawab itu tidak di laksanakan, maka anak akan
benar-benar tidak mengerti hukum yang berhubungan dengan hak Tuhanya, hak
dirinya dan hak agamanya. [9]
Hadits Pendukung
Lemah
lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak. Bukhari dalam adabul
mufrid meriwayatkan:
عليلك
بالرفق وايك والعنف والفحش.
“Hendaknya
kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang, dan hindarilah sikap keras serta
keji.
Dan
juga Harits, Thayalisi dan Baihaqi meriwayatkan:
علمواولا تعنفوا،فان المعلم خير من
المعنف
“Ajarkan ilmu dan janganlah kalian bersiakp keras, karena
sesungguhnya pengajar ilmu lebih baik dari orang yang bersikap keras”.
Dengan
demikian, anak mendapat prioritas tersendiri dengan arahan mereka harus
mendapatkan pemeliharaan, dan kasih sayang. Bahwasanya sikap keras yang
berlebihan terhadap anak berarti membiasakan anak bersikap penakut, lemah, dan
lari dari tugas-tugas kehidupan. Dari semua ini maka pendidik hendaknya
bijaksana dalam menggunakan cara hukuman yang sesuai, tidak bertentangan dengan
tingkat kecerdasaan anak, pendidikan, dan pembawaanya. Di samping itu,
hendaknya pendidik tidak segera menggunakan hukuman, kecuali setelah
menggunakan cara-cara lain. Hukuman adalah cara yang paling akhir. [10]
Adapun
persyaratan memberikan hukuman pukulan adalah sebagai berikut:
1. Pendidik
tidak terburu menggunakan metode pukulan, kecuali setelah menggunakan metode
lembut, yang mendidik dan membuat jera.
- Pendidik tidak memukul ketiika
dalam keadaan sangat marah, karena dikhawatirkan menimbulkan bahaya
terhadap anak.
- Ketika memukul hendaknya
menghindari anggota badan yang peka, seperti kepala, muka, dada, dan perut
dll. [11]
Refleksi hadits ini dalam kehidupan
sehari hari di masyarakat kita tentang proporsional dalam mendidik yaitu,biasanya
banyak sumber-sumber pemicu kekerasaan pada anak.Faktor penyebabnya yang
menjadi kekerasaan di lingkungan kita karena bisa jadi faktor pertama: (kemiskinan)
dengan keadaan ekonomi yang memperhatinkan banyak kebutuhan-kebutuhan anak
menjadi tidak bisa terpenuhi. Sehingga biasanya anak terpaksa atau di paksa
untuk mencari nafkah. Kemiskinan kemungkinan mempunyai korelasi dengan
instensitas perlakuan kekerasan. Asumsi ini pun di perkuat dengan adanya fakta
di lingkungan masyarakat. Faktor kedua (stress)stress dalam keluarga bisa
berasal dari anak,orang tua,atau situasi tertentu.Faktor ketiga: pengetahuan
orang tua atau pengasuh yang kurang.Terkadang di masyarakat kasus kekerasan
disebabkan karena ketidak tahuan orang tua. Orang tua tidak tau bagaimana cara
mendidik anak yang baik. Kemungkinan menganggap bahwa, hukuman fisik ataupun
psikis yang kelewatan itu biasa saja padahal banyak faktor yang membahayakan.
Aspek
Tarbawi
1.
Pendidik hendaknya senantiasa memberikan informasi dan
nasehat yang baik terhadap anak didik.
2.
Pendidik hendaknya mendidik secara
proporsional juga memiliki arti tetap memberikan sanksi apabila anak melakukan
kesalahan.
3.
Pendidik hendaknya harus bertindak
tegas dalam perkara akherat ketika mendidik anak untuk urusan sholat terutama.
4.
Pendidik harus bersikap seimbang dan
adil kepada anak, dalam artian tidak berlebih-lebihan.
5.
Pendidik boleh memukul anak didik,
tapi di haruskan memukul di artikan di sini yang mendidik bagi anak bukan untuk
menyakiti.
6.
Pentingnya mendidik anak atas dasar
keislaman.
KESIMPULAN
Pada dasarnya tujuan pendidikan
dalam keluarga adalah menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam diri seorang anak
sedari kecil. Mengenai proporsional dalam mendidik anak supaya mempunyai nilai
religius yang kokoh dan intelegensi yang berlandaskan pada nilai-nilai ke
Tuhanan. Dan begitupun setiap pola didik akan memberikan dampak tersendiri.
Adanya pola didik yang berbeda-beda dalam sebuah keluarga akan menghasilkan
karakter anak yang berbeda-beda pula.
Sebagai orang tua di perintahkan untuk
mendidik anak-anaknya.Mendidik yang di maksud di sini bukanlah asal mendidik
sesuka hati saja, melainkan sebuah pola didik yang baik yang mana menghasilkan
anak didik yang lebih produktif. Dengan adanya pola didik yang proporsional
antara pemberian kasih sayang dan ketegasan, maka akan terbentuk kepribadian
anak yang shalih, yang bukan hanya berakhalak baik dalam hal duniawi saja,
melainkan juga baik dalam urusan akhirat.
DAFTAR
PUSTAKA
Istiadah. 1999. Pembagian Kerja Rumah
Tangga Dalam Islam . Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender.
Wills , Sofyan. 2011. Konseling Keluarga (family Counseling).
Bandung: Alfabeta.
Musayyar, Ahmad Sayyid. 2008. Islam Bicara Soal Seks, Percintaan, Dan
Rumah Tangga . Jakarta:Erlangga.
Suadi, Hasan. 2007. Dibawah Naungan al-kutub al-shittah.
Pekalongan :STAIN Pekalongan Press.
Ulwan, Nasih Abdullah. 2007. Pendidikan Anak Dalam Islam. Jakarta:
Pustaka Amani.
Arifin Bey dkk.1999. Terjemahan Sunan Abi Daud. Semarang: Cv.
Asy Syifa.
BIODATA
TENTANG PENULIS
NAMA :
RIZQI MAULINA
NIM
:2021113039
PRODI :PAI/
TARBIYAH
ALAMAT
TINGGAL : JLN. JALAK BARAT NO 15 KOTA
TEGAL
RIWAYAT SEKOLAH : -
TK PERTIWI 07 TEGAL
-
SDN
PEKAUMAN 8 TEGAL
-
SMP
AL-IRSYAD TEGAL
-
MAN
BUNTET PESANTREN CIREBON
-
STAIN
PEKALONGAN
[1] Istiadah, Pembagian Kerja Rumah Tangga Dalam Islam(jakarta:Lembaga
kajian agama dan jender,1999),hlm. 52-53.
[2] Sofyan Wills ,
Konseling Keluarga(Bandung:Alfabeta,2011),hlm.
50.
[3] Ibid, hlm.52.
[4] Istiadah, Op, Cit., hlm. 171.
[5] Sayyid Ahmad
Musayyar.Islam Bicara Soal Seks, Percintaan,
Dan Rumah Tangga(Jakarta:Erlangga,2008), hlm 277.
[6] Hasan Suadi.Dibwah Naungan al-kutub al-shittah(Pekalongan
:STAIN Pekalongan press, 2007), hlm 74.
[7] Abdullah Nasih
ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam(Jakarta:Puasaka
Amani,2007), hlm.36.
[8] Bey Arifin(Semarang:Terjemahan Sunan Abi Daud), hlm. 325.
[9] Abdullah Nasih
ulwan, Op, Cit,. hlm.37.
[10] Abdullah Nasih
Ulwan Nasih, Op.Cit,. hlm.315.
[11] Abdullah Nasih
Ulwan, Op. Cit,. hlm. 312-313
Tidak ada komentar:
Posting Komentar