GEZAG (KEWIBAWAAN)
M. Nurul Anam
(2021115119)
Kelas G
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2017
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT, Sang Maha Pencipta dan pengatur alam
semesta, berkat Ridho-Nya, penulis akhirnya mampu menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Gezag (kewibawaan). Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Baginda Rosulullah saw. Yang telah membawa manusia dari zaman
jahiliyah menuju alam yang berilmu sekarang ini.
Dalam menyusun makalah ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan
yang penulis alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari orang
terdekat sehingga penulis mampu menyelesaikannya, oleh karena itu penulis pada
kesempatan ini mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada:
1.
Ayah
dan Ibu atas semua doa dan bantuan financial untuk menyelesaikan makalah ini.
2.
Bapak
Muhammad Hufron, M.S.I selaku pengampu mata kuliah Strategi Belajar Mengajar
3.
Teman-teman
kelas Strategi Belajar Mengajar G yang selalu mensuport dan menghibur selama
penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah yang berjudul “ Gezag (kewibawaan) “dapat bermanfaat
bagi penulis dan pembaca.
Pekalongan, 10 September 2017
M. Nurul Anam
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan bukan
sekedar mengajarkan atau mentransfer pengetahuan, atau semata mengembangkan
aspek intelektual, melainkan juga untuk mengembangkan karakter, moral,
nilai-nilai dan budaya serta didik. Dengan kata lain, pendidikan adalah
membangun budaya, membangun peradaban, membangun masa depan bangsa. Karena itu,
untuk meningkatkan harkat dan martabat sebuah bangsa pada era global ini, tidak
ada jalan lain kecualidengan meningkatkan kualitas pendidikan
Dengan
meningkatkan kualitas pendidikan maka akan tercipta kesatuan utuh dalam rencana
dan gerak langkah pembangunan bangsa di masa depan. Sebab, kualitas pendidikan
sangat menentukan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Kualitas
pendidikan mesti bersandar pada segenap aspek yang terdapat dalam diri manusia
atau warga negara. Dan yang penting disadari ialah bahwa pendidikan merupakan
sebuah proses, sesuatu yang terus diperjuangkan perbaikan dan kemajuannya.
Meminjam ungkapan Mendiknas, pendidikan Indonesia adalah sebuah proses
pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, yang setidaknya akan termanifestasikan
dalam tiga hal, penguasaan iptek (ilmu pengetahuan dan ).
Berbicara
tentang pendidikan, kita tidak bisa lepas dari pada tenaga pendidik itu
sendiri. Agar bisa menjadi tenaga pendidik yang baik dan profesional. Di
samping mempunyai atau memiliki ilmu dan seni dalam mendidik, seorang pendidik
itu harus memiliki wibawa (gezag). Di dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang wibwa di dalam
pendidikan.
B.
Tema
dan Judul
Tema :
Ketrampilan dasar mengajar
Judul : Gezag
(Kewibawaan).
C.
Arti
penting dikaji
Makalah ini penting dikaji karena dengan jiwa kewibaannya para
pendidik nantinya bisa untuk mengarahkan peserta didik kearah pertumbuhannya
yang kemudian dengan sendirinya mengakui wibawa orang lain dan mau
menjalankannya juga. Selain itu juga bisa membuat peserta didik kita nurut dan patuh dengan apa
saja yang kita perintahkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Gezag (kewibawaan)
Kewibawaan
berasal dari kata wibawa yang berati kekuasaan. Secara istilah wibawa berarti
pembawaan untuk dapat menguasai dan mempengaruhi dihormati orang lain melalui
sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik.
Kewibawaan juga sering disebut gezag yang berasal dari kata zeggen yang berati
berkata. Siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang
lain berati dia mempunyai kewibawaan.[1]
Kewibawaan
atau gezag adalah suatu daya mempengaruhi yang terdapat pada seseorang,
sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia secara sadar dan suka rela
menjadi tunduk dan patuh kepadanya.[2]
Ciri
utama seorang pendidik adalah adanya kewibawaan yang terpancar dari dirinya
terhadap peserta didik, pendidik harus memiliki kewibawaan menhindari
penggunaan kekuasaan lahir, yaitu kekuasaan yang semata-mata didasarkan kepada
unsure kewenangan jabatan. Kewibawaan merupakan suatu pancaran batin yang dapat
menimbulkan pada pihak lain sikap untuk mengakui, menerima, dan menuruti dengan
penuh pengertian atas pengaruh tersebut.
Kewibawaan
adalah suatu pengaruh yang diakui kebenaran dan kebesarannya, bukan sesuatu
yang memaksa. Kewibawaan harus berbanding dengan ketidakberdayaan peserta
didik, jika pendidik kemampuannya tidak berbeda dengan peserta didik, jika
pendidik kemampuannya tidak berbeda dengan peserta didik, maka kewibawaan
tersebut sukar ditegakan. Dengan demikian kewibawaan seorang pendidik akan
diakui apabila pendidik mempunyai kemampuan lebih dari peserta didik baik
sikap, pengetahuan dan ketrampilan.[3]
Bahwa
kewibawaan itu termasuk alat pendidikan maka seorang guru harus memiliki
kewibawaan, sebab dengan adanya kewibawaan proses belajar-mengajar akan
terlaksana dengan baik, berdisiplin, tertib dan siswa mematuhi apa yang
ditugaskan oleh guru.[4]
B.
Fungsi
Gezag (kewibawaan) Dalam Pendidikan
Ada dua sikap anak terhadap kewibawaan seorang guru, antara lain
sebagai berikut :
1.
Sikap
menurut atau mengikuti, yaitu mengakui kekuasaan orang lain yang lebih besar
karena paksaan, takut, jadi bukan tunduk atau menurut yang sebenarnya.
2.
Sikap
tunduk atau patuh, yaitu dengan sadar mengikuti kewibawaan, artinya mengakui
hak orang lain untuk menerima dirinya, dan dirinya merasa terikat untuk
memenuhi perintah itu.
Pada sikap yang terakhir inilah tampak fungsi kewibawaan dalam
pendidikan, yaitu membawa peserta didik kearah pertumbuhan yang kemudian dengan
sendirinya mengakui wibawa orang lain dan mau menjalankan juga. Dalam
menggunakan kewibawaannya hendaknya guru :
1.
Menggunakan
kewibawaan didasarkan atas perkembangan peserta didik.
2.
Menerapkan
kewibawaannya didasari rasa kasih sayang kepada peserta didik
3.
Kewibawaan
digunakan untuk kepentingan peserta didik.
4.
Kewibawaan
hendaknya digunakan dalam suasana pergaulan antara guru dan peserta didik yang
sehat.
Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam
merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial dan intelektual dalam
pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan[5]
C.
Macam-Macam
Gezag (kewibawaan)
Di
dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal ada dua macam kewibawaan, yaitu :
1.
Kewibawaan
pemimpin/ kepala
Seperti
kewibawaan pemimpin organisasi massa, kewibawaan guru, kewibawaan kepala
sekolah dan sebagainya. Kewibawaan tersebut
adalah karena jabatan atau kekuasaan.
2.
Kewibawaan
keistimewaan
Seperti
kewibawaan seseorang yang mempunyai kelebihan atau keunggulan dibidang
tertentu. Diantara kelebihan yang dapat menimbulkan kewibawaan seorang adalah :
a.
Kelebihan
dibidang ilmu pengetahuan, baik umum maupun agama
b.
Kelebihan
dibidang pengalaman, baik pengalaman hidup maupun pekerjaan
c.
Kelebihan
dibidang kepribadian, baik dibidang akhlaq maupun sosial
d.
Kelebihan
dibidang harta, baik harta tetap maupun harta berpindah
e.
Kelebihan
dibidang keturunan yang mewarisi leluhurnya.
Tingkat pengakuan terhadap kewibawaan ada dua tingkat, yaitu :
1.
Pengakuan
kewibawaan pasif
Seperti
anak mengikuti anjuran pada saat ada si pengajar, anak memandang norma-norma
yang disampaikan menyatu dengan yang menyampaikan. Norma-norma itu dianggap
berlaku apabila pribadi yang menyampaikan norma itu ada dan bila pribadi yang
menyampaikan tidak ada maka norma itu dianggap sudah tidak berlaku lagi.
2.
Pengakuan
kewibawaan yang aktif
Seperti
mengikuti anjuran si pengajar dengan penuh kesadaran, baik si pengajar itu ada
ataupun pengajar itu tidak ada mereka tetap melaksanakan norma tersebut karena
sadar akan kebaikan jika ditaati.[6]
D.
Hubungan
Kewibawaan dengan Peserta Didik
1.
Awal
penerimaan kewibawaan oleh anak
Kewibawaan
itu menentukan pembentukan perlakuan yang harus diikuti, menghalangi atau
menolak yang tidak dikehendaki. Seandainya hal terakhir ini hanya dapat
dilakukan dengan pembuktian atau atas dasar keterikatan pada pribadi pendidik
bataupun dengan paksaan, maka si anak akan tetap tak terdidik. Sebab itu
kewibawaan merupakan syarat mutlak untuk mendidik.
Dalam
arti sempit pendidikan itu dimulai setelah anak menghayati kewibawaan pendidik,
seperti dikatakan oleh Langeveld (1980), bahwa pendidikan itu baru dapat
dimulai apabila anak sudah mengakui atau menghayati kewibawaan orang tua atau
pendidiknya, dan anak dapat mengakui kewibawaan pendidiknya, apabila anak sudah
memahami (mengerti) bahasa. Anak baru dipandanf mengerti bahasa apabila anak
sudah berumur 3 tahun.
Oleh
karena itu Langeveld berpendapat, bahwa pendidikan anak yang
sesungguhnya baru dimulai pada umur 3 tahun. Kalau ada usaha pendidikan yang
dilakukan pada anak yang belum berumur 3 tahun, ini disebut dengan pendidikan
pendahuluan. Dalam pendidikan pendahuluan ini karena anak belum mengenal dan
mengakui kewibawaan maka boleh menggunakan rasa takut atau peringatan agar anak
didik mau menuruti apa yang dikehendaki pendidik atau dilarang oleh pendidik.
2.
Kewibawaan
dan penerimaan oleh anak
Kalau
anak sudah mengakui kewibawaan pendidik, maka dapatlah dimulai pendidikan yang
sesungguhnya, anak mulai dapat dikenalkan dengan norma yang sesungguhnya. Anak
bukan sekedar harus berbuat yang sesuai dengan norma secara paksa tanpa
mengetahui normanya, melainkan norma itu sendiri yang diperkenalkan kepada anak
didik. Kepada anak didik diperkenalkan
mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk, dengan contoh,
larangan, nasihat, dongeng, teladan dan lain sebagainya.
Agar
anak mengikuti norma tertentu, maka pendidiklah yang harus pertama kali menjadi
perwujudan dalam dirinya dari norma tersebut (ibda’ binafsi) untuk mengajarkan
pengetahuan pendidik terlebih dahulu berpengetahuan, untuk mendidik moral maka
pendidik harus bermoral terlebih dahulu. Bagi pendidik harus ada kesesuaian
antara perkataan dengan perbuatan, seperti firman Allah swt “ hai orang-orang
yang beriman mengapa kamu katakana sesuatu padahal kamu tidak melakukannya,
besar sekali murka disisi Allah swt bagi orang yang mengatakan sesuatu padahal
ia sendiri tidak melakukannya” (QS. As-Shaf:2-3). [7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kewibawaan atau gezag adalah suatu daya
mempengaruhi yang terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan
dengan dia secara sadar dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya
Fungsi kewibawaan yaitu membawa peserta
didik kearah pertumbuhan yang kemudian dengan sendirinya mengakui wibawa orang
lain dan mau menjalankan juga
Macam-macam gezag (kewibawaan) yaitu
kewibawaan pemimpin dan kewibawaan keistimewaan
Tingkat pengakuan
terhadap kewibawaan ada dua tingkat, yaitu tingkat pengakuan pasif dan tingkat
pengakuan aktif
Hubungan kewibawaan dengan peserta didik yaitu awal penerimaan
kewibawaan oleh anak dan kewibawaan dan penerimaan oleh anak.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2015. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan Cet ke-6. Bandung: PT Remaja Rosyakarya
Naim, Ngainin.
2009. Menjadi Guru Inspiratif
Memberdayakan Jalan Siswa, Cet ke-1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sadullah, Uyoh Dkk. 2010. Pedagogik.
Bandung: Alfabeta
Wijaya, Novan Ardy dan Barnawi.
2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta:
Ar-ruz Media
BIODATA PENULIS
NAMA : M. NURUL ANAM
TTL :
PEKALONGAN, O1 FEBRUARI 1996
ALAMAT : KEL. PEKUNCEN, KEC. WIRADESA, KAB. PEKALONGAN
RIWAYAT PENDIDIKAN : TK TUNAS HARAPAN
: SDN 02 PEKUNCEN
: SMPN 01 WIRADESA
: SMK FUTUHIYYAH
: IAIN PEKALONGAN
[1]
Novan Ardy
Wijaya dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jogjakarta: Ar-ruz Media,
2012), hlm, 115
[2] Abu Ahmadi, Ilmu
Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2015), hlm 58
[3] Uyoh Sadullah
Dkk, Pedagogik, (Bandung: Alfabeta,2010), hlm 165-167
[4]
Ngainin Naim, Menjadi
Guru Inspiratif Memberdayakan Jalan Siswa, Cet ke-1, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), hlm 44
[5]
Mulyasa,
Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan Cet
ke-6, ( Bandung: PT Remaja Rosyakarya, 2006), hlm 37
[6]
Abu Ahmadi, Op,
Cit, hlm 159-160
[7]
Uyoh Sadullah, Op,
Cit, hlm 167-170
Tidak ada komentar:
Posting Komentar