Laman

new post

zzz

Kamis, 11 April 2013

e9-4 rahardyani: Hakim Harus Adil dan Terpercaya



ETIKA KETERTIBAN SOSIAL DAN POLITIK
 ( Hakim Harus Adil dan Terpercaya )

Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah  : Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu : Muhammad Hufron, M.S.I

Disusun oleh :
RAHARDYANI TYAS SUBEKTI
2021111298


JURUSAN TARBIYAH PRODI PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Makna bahasa dari kata “Syariah” adalah sumber air yang tidak akan habis di mana orang-orang memenuhi dahaganya. Sesuai dengan arti secara bahasa makna Syariah adalah hukum Islam yang menjadi sumber petunjuk. Sebagaimana air yang merupakan dasar kehidupan, hukum Islam juga merupakan sumber penting untuk mengarahkan kehidupan manusia.
Syariah terdiri dari semua hukum yang diperoleh dari sumber hukum Islam. Hukum ini tidak terbatas pada masalah pernikahan atau perceraian saja, tetapi mencakup setiap perbuatan individu atau masyarakat.
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 45)
Dengan mengetahui hukum syariat sesorang akan dapat memutuskan suatu kebenaran sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Begitu pula seorang hakim hendaknya mengetahui hukum syariat islam sehingga dapat memutuskan sesuatu secara adil dan benar.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Materi Hadits
عن ابو بريدة عن أبيه عن النبي صلي الله عليه وسلم قال: القضاة  ثلا ثة, واحد في الجنة, والثنان في النار, فأما الذي في الجنة فرجل عرف الحق فقضي به. و رجل عرف الحق فجار في الحكم فهو في النار, و رجل قضي للنا س على جهل فهو في النار.قال ابو داود و هذا أصح شيء فيه يعني حديث ابو بريدة القضاة ثلا ثة. ( رواه ابو داود في السنن, كتاب القضية, باب في القاضي يحطي)

B.     Terjemah Hadits
Dari Buraidah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda. “Hakim itu ada tiga macam: Dua hakim berada di neraka dan satu di surga. Hakim yang mengetahui kebanaran kemudian ia menetapkan hukum dengannya, maka dia berada di surga. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran, tetapi ia tidak menetapkan hukum dengannya dan berlaku curang dalam hukum, maka ia berada di neraka. Dan hakim yang tidak mengetahui kebenaran lalu menetapkan hukum kepada manusia diatas kebodohan, maka dia berada di neraka.” (HR.Abu Dawud)[1] 

C.     Mufrodat
Terjemah
Teks Arab
Hakim, orang yang mengadili           
القضاة
Surga
الجنة
Neraka
النار
Mengetahui, memahami
عرف, يعرف
Kebenaran
الحق
Berlaku curang
جار
Kebodohan
جهل

D.    Biografi Parawi
1.      Abu Daud
Nama lengkapnya ialah Sulaiman bin Asy’ats bin Ishq (Bashir) bin Syaddad bin Amr bin Imran Al-Azdi Al-Syaibani. Dia seorang pelanglang buana untuk kepentingan menuntut ilmu hadits, penghimpun dan penulis kitab hadis yang meriwayatkan hadits dari ulama Irak, Khurasan, Syam, dan Mesir. Dia dilahirkan pada tahun 202 H dan meninggal dunia pada 14 Syawal 275 H dalam usia 73 tahun.
Abu Daud bertempat kediaman di Bashrah, dan pernah mengunjungi Baghdad. Dan di negeri inilah dia meriwayatkan kitab sunannya, dan orang-orang dari negeri ini telah meriwayatkan kitab sunan tersebut darinya. Kitab sunan itu telah disusunnya jauh sebelum dia mengunjungi Baghdad, dan kitabnya itu pernah ditunjukkan di depan Ahmad bin Hanbal, yang dinilainya sebagai kitab yang baik dan bagus.[2]



2.      Abu Buraidah
Nama lengkapnya Buraidah bin al-Hashib bin Abdullah bin al-Harits bin al-'Aroj bin Sa'ad bin Zarah bin Udwy bin Sahm bin Mazin bin al-Harits bin Salaman bin Aslam bin Afsha al-Aslamy. Biasa dipanggil Abu Abdullah. Pendapat lain mengatakan Abu Sahl dan Abu Sasan.
Perintah Rasulullah kepada umat Islam untuk berhijrah ke Madinah, setelah mendapatkan tekanan dan siksaan dari kafir Quraisy, memberikan makna penting bagi tersebarnya ajaran Islam. Hikmah perintah berhijrah adalah semakin banyak orang-orang yang memeluk Islam dan dukungan dari kaum Anshor. Bukan tekanan dan siksaan sebagaimana yang terjadi di Mekkah. Buraidah bin al-Hashib termasuk diantara para kaum Anshor yang menyatakan diri untuk membela ajaran Islam yang dibawa Rasulullah. bersama kawan-kawannya yang lain, beliau ikut sholat berjama'ah di belakang Rasulullah.
Dari Abdullah bin Buraidah bercerita bahwa ayahnya bersama 70 orang dari keluarganya dari bani Sahm melakukan suatu perjalanan. Kemudian berjumpa dengan Rasulullah. Rasulullah bertanya, "Kamu siapa?" beliau menjawab, "orang yang memeluk Islam (waktu itu)." Rasulullah berkata pada Abu Bakar, "Apakah kita terima" setelah itu Rasulullah bertanya, "Dari bani apa?". Beliau menjawab, "dari Bani Sahm." Rasulullah berkata, "Alangkah beruntungnya kamu."
Banyak sekali pengalaman dan kenangan manis selama bergaul dan berinteraksi dengan sahabat-sahabat lain. Diantara sahabat yang paling dicintai adalah Ali bin Abu Tholib. Hidupnya didekasikan untuk berjuang di jalan Allah. Beliau pernah ikut perang di Khurosan pada masa kholifah Utsman bin Affan. Beliau wafat pada masa khilafah Yazid bin Muawwiyah. Menurut Ibn Sa'ad beliau berumur 63 tahun.[3]

E.     Keterangan Hadits
1.         Hadits diatas membagi keberadaan hakim ke dalam tiga golongan:
Pertama, hakim yang mengetahui kebenaran dan hukum syariat, lalu ia menetapkan hukum denganya, maka ia berarti sosok yang kuat yang dapat dipercaya atas jabatan yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya. Hakim seperti ini termasuk ahli surga, inya Allah.
Kedua,  hakim yang mengetahui kebenaran dan sangat memahami sekali hukum syariat, akan tetapi ia memberanikan diri dan menetapkan hukum dengan kebodohan. Hakim seperti ini termasuk penghuni neraka, baik hukum yang ditetapkannya benar atau salah.
Ketiga, hakim yang tidak mengetahui kebenaran dan tidak mengetahui hukum syariat, akan tetapi ia memberanikan diri dan menetapkan hukum dengan kebodohan. Hakim yang seperti ini termasuk penghuni neraka, baik hukum yang ditetapkannya benar maupun salah.
Syaikhul Islam berkata, “ Para hakim terbagi menjadi tiga golongan: Hakim yang layak, hakim yang tidak layak dan hakim yang tidak diketahui kelayakannya. Keputusan hukum dari hakim yang layak tidak boleh ditolak, kecuali apabila diketahui bahwa hukum tersebut bathil. Hakim yang tidak layak tidak dapat dilaksanakan ketetapan hukumnya kecuali setelah diketahui bahwa ketetapan hukumnya benar. Pendapat ini dipilih oleh Al Muwaffaq dan ulama lainya.
2.       Dalam hadits terdapat keterangan ancaman keras mengenai pelaksanaan ketetapan hukum atas dasar kebodohan. Hak-hak Allah sangat agung dan siksa Allah sangat pedih.
3.        Syaikhul berkata, “Hal yang wajib adalah menjadikan jabatan peradilan sebagai tuntunan agama dan ibadah. Jabatan peradilan merupakan ibdah yang sangat utama. Hanya saja kebanyakan mereka mencari kedudukan dan harta dalam jabatan tersebut.”
Dikatakan dalam Syarh Al Iqna, “dalam peradilan terdapat hal yang sangat berbahaya sekali dan peran yang sangat besar bagi orang yang menginginkan kebenaran.
4.       Bagi orang yang tidak mengerti haram hukumnya menjabat sebagai hakim. Syaikhul Islam berkata, “siapa yang terjun dalm peradilan, padahal ia tidak layak dalam jabatan tersebut dan tetap memaksa bekerja didalamnya, lalu ia bekerja dengan kebodohan dan kezaliman, maka ia fasik dan hukum-hukum yang ditetapkanya tidak dapat dilaksanakan.”
5.       Syaikh Taqiyyuddin berkata, “Perbedaan antara seorang hakim dan seorang mufti adalah, sesungguhnya seorang hakim menjelaskan hukum syariat dan menetapkanya sementara seorang mufti hanya menjelaskannya saja.”  Cakupan kerja seorang mufti lebih luas daripada seorang hakim, karena seorang mufti memberikan fatwa pada hal-hal yang diperselisihkan serta hal-hal lainya. Sementara seorang hakim hanya terbatas pada masalah yang diperselisihkan oleh masyarakat saja.
6.        Syaikh Muhammad bin Ibrahim berkata, “menutup diri dalam fatwa, memilih masalah dan melontarkanya didalam kesulitan dan kebingungan tidak boleh, seorang mufti justru harus menjelaskan sesuatu sejelas-jelasnya dan menghilangkan kesulitan dan kebingungan tersebut.”[4]

F.      Aspek Tarbawi
Ada beberapa hal yang dapat kita ambil dari penjelasan diatas antara lain:
1.      Hakim bertugas untuk menyelesaikan suatu masalah
2.      Seorang hakim haruslah orang yang berilmu dan adil
3.      Hakim yang berilmu namun menetapkan suatu hukum dengan menuruti hawa nafsunya maka ia tergolong ahli neraka
4.      Seorang hakim yang tidak mengetahui kebenaran dan hukum syariat namun ia menetapkan suatu hukum dengan kebodohan maka ia termasuk ahli neraka
5.      Seorang pemimpin negara harus memilih hakim yang tepat yang sesuai dengan kebutuhan sebagai wakil darinya di berbagai penjuru kawasannya.
6.      Dalam syariat Islam sudah ada perangkat yang memadai untuk menyelesaikan pertikaian, permusuhan dan menjelaskan permasalahan-permasalahan yang ada.[5]














BAB III
PENUTUP


Menetapkan hukum syariat merupakan fardhu kifayah. Masyarakat harus mempunyai seorang hakim agar hak-hak mereka tidak sia-sia. Dalam aspek hukum terdapat keutamaan yang besar bagi siapa saja yang kuat mengembannya serta melaksanakan hak-haknya. Pelaksanaan hukum lebih utama dari ibadah lainnya yang dilandasi dengan niat. Dalam pelaksanaan hukum terdapat hal yang sangat strategis sekali dan berdosa besar bagi orang yang tidak melaksanakan haknya.
Maka dari itu seorang pemimpin muslim harus memilih seorang yang menjabat sebagai hakim dengan mengutamakan ilmu pengetahuan dan sifatnya. Menjadi seorang hakim haruslah mengetahui hukum-hukum syariat dan dapat dipercaya pula, sehingga dapat menyelesaikan masalah-masalah sesuai dengan jalan Allah dan tidak tersesat.















DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2007. Syarah Bulughul Maram VII. Jakarta: Pustaka Azzam
Al Mundziry, Hafidz. 1993. Terjemah  Sunan Abu Dawud Juz IV. Semarang: CV. Asy Syifa
Al-Maliki, Muhammad Alawi. 2009. Ilmu Ushul Hadits. Yogyakarta, Pustaka Pelajar
http://Awie-doank.blogspot.com/2007/08/buraidah-bin-al-hasib.html (diakses tanggal 16 Februari 2013)



[1] Hafidz Al Mundziry, Terjemah  Sunan Abu Dawud Juz IV, (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993), hlm. 149
[2] Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadits, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar: 2009), hlm. 276-278.
[3] http://Awie-doank.blogspot.com/2007/08/buraidah-bin-al-hasib.html (diakses tanggal 16 Februari 2013)
[4] Abdullah, Syarah Bulughul Maram VII, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 196-198
[5] Abdullah, Syarah Bulughul Maram VII,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 199-201

33 komentar:

  1. Assalamua'alaikum Wr. Wb.

    Yang ingin saya tanyakan, bagaimana ketika orang2 memilih seorang pemimpin karena dia adil, namun dia tidak berilmu. bagaimana pendapat pemakalah.
    Dan bagaimana menanggapi pemimpin yang berilmu namun hanya memikirkan dirinya sendiri, dan senang meremehkan pada orang yang lemah.

    terimakasih...
    Wa'alaikumslam Wr. Wb.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waalaikumsalam ..
      terimakasih pertanyaannya, secara khusus makalah ini membahas tentang "seorang hakim yang adil dan terpercaya" untuk menyelesaikan segala pertikaian2/ masalah2 yang ada, menjawab pertanyaan anda tentang pemimpin, disini kita harus mengetahui terlebih dahulu syarat/ kriteria bagi pemimpin:
      1. seorang pemimpin harus berilmu atau memiliki kapasitas intelektual yang memadai. Sebab, seorang pemimpin dibebankan menegakkan hukum Allah. Selain itu, pemimpin harus mampu berijtihad, atau mampu mengambil keputusan tepat di saat kritis. Jika seorang pemimpn hanya bisa bertaklid (mengekor) tanpa sikap kritis, maka itu sesuatu kekurangan.

      2. calon pemimpin harus mampu berlaku adil. Sifat adil ini wajib dimiliki seorang pemimpin. Sebab dalam kekuasaan ada hak kelompok yang dipimpin. Menurut Ibnu Khaldun, sifat adil seorang pemimpin berguna untuk menghindari perpecahan antarsesama.

      3. calon pemimpin harus cakap dalam berbagai bidang (alkifayah). Pengertian kifayah adalah mampu menegakkan hukum, memimpin peperangan, bertanggung jawab kepada bawahan, mengenal kelompok-kelompok ashabiyah. Mengenal pula orang-orang cerdas dan potensial dalam wilayah yang bisa dimintakan bantuannya. Kemampuan-kemampuan tersebut, bisa menciptakan kemaslahatan masyarakat.

      4. calon pemimpin sebaiknya tidak cacat panca indera dan anggota tubuh. Kelengkapan dan kesempurnaaan alat indera dan anggoa tubuh sangat penting bagi calon pemimpin, karena hal itu akan mempengaruhi keoptimalan hasil kerjanya.

      Adil adalah proporsional. Adil adalah keseimbangan berdasar pertimbangan logika. Bila keadilan tidak ada, maka yang ada bukan tindakan proporsional, tetapi kesewenang-wenangan. Jika keadilan tidak didasarkan pertimbangan logika, maka keseimbangan yang ada adalah dipaksakan. Sikap pemimpin yang adil jelas ditunjukkan dengan memperlakukan sama semua orang yang dipimpinnya. Di depan hukum, misalnya, Tidak tebang pilih.

      Bagaimana pemimpin yang adil tapi tidak berilmu? Kriteria pertama atau kriteria berilmu, mutlak harus dimiliki seorang pemimpin. Bagaimana tidak, sementara dialah yang membawa sejumlah besar orang lain untuk mengikuti kemana dia melangkah. Kalau langkahnya salah karena tidak didasari oleh seperangkat ilmu, maka jelas pemimpin ini hanya membawa dirinya dan orang lain dalam jurang kehancuran. Kriteria berilmu dan bersikap adil inilah yang merupakan “rahasia” konsep kepemimpinan yang berhasil.

      kurang lebih seperti itu,terimakasih

      Hapus
  2. assalamu'alaikum...
    siti amalia imani
    2021 111 300

    bagaiman hukumnya bila seorang hakim menerima suap untuk meringankan hukuman atau membebaskan terdakwa padahal jelas-jelas hakim itu sudah tahu bahwa terdakwa itu telah bersalah dalam suatu kasus?? dan apa alasannya???


    terimakasih....

    BalasHapus
    Balasan
    1. wassalamualaikum ...

      tugas utama hakim adalah menyelesaikan sengketa di-antara pihak-pihak, memberi kepuasan hukum kepada pihak yang berperkara. Sedangkan hal-hal yang bersifat sosial hanyalah akibat dari putusan hakim terhadap pihak yang bersangkutan. Sikap hakim yang adil jelas ditunjukkan dengan memperlakukan sama semua orang sesuai hukumnya tanpa pandang bulu.
      Hakim dituntut menemukan hukum, bahkan bila perlu menciptakan hukum untuk memenuhi kebutuhan atau rasa keadilan masyarakat. Menghadapi keadaan hukum substantif yang bermasalah tersebut. Meskipun dikatakan hakim bertugas membentuk hukum, hakim wajib menjamin hukum tetap aktual.
      Ketika hakim menerima suap tentu akan berdampak terhadap putusan sidang yang ia pimpin. Ketika masyarakat mengharapkan keadilan hukum, ia malah sengaja mempermainkan hukum untuk kepentingan sendiri seolah hukum bisa diperjual-belikan. Hukum tidak lagi berpihak pada kebenaran, hukum hanyalah bidang dan lahan usaha orang-orang tertentu, hukum hanya berpihak kepada orang yang berkantung tebal.
      hakim yang seperni ini adalah hakim yang sesat (gagal). dan pemberian suap yang diberikan kepada hakim adalah harta haram menurut kesepakatan para ulama, karena termasuk suht (yaitu yang haram yang tidak boleh di konsumsi maupun digunakan sebagai investasi).

      terimakasih

      Hapus
  3. Assalamu'alaikum wr.wb
    nama : ratna Wahyuningsih
    nim : 2021 111 212
    yang mau saya tanyakan, apakah hukuman bagi hakim yang tidak adil menurut islam dan menurut pendapat anda?????
    terima kasih....
    wassalamu'alaikum wr.wb

    BalasHapus
    Balasan
    1. waalaikumsalam ..
      terimakasih pertanyaannya ...

      kita simak terlebih dahulu arti ayat dibawah
      “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (al-Maidah: 8)
      nah, dari ayat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah sangat menyayangi orang yang adil, karena orang adil adalah orang yang taat pada Allah.. jika orang tidak berlaku adil, bagaimanapun cara dan alasannya Allah sangat membencinya..
      apalagi seorang hakim.. bukankah hakim itu adalah orang yang ditunjuk untuk memutuskan sebuah perkara secara adil, tanpa pandang bulu, keadilan mencegah kesewenang-wenangan dan kezaliman, dan keadilan yang menjamin kesamaan diantara manusia dan memberikan hak kepada masing-masing yang punya hak.
      jika hakim itu tidak dapat berlaku adil berarti dia adalah golongan hakim yang akan mendapatkan neraka, karena memutuskan sebuah hukum dengan kebodohan..

      menurut saya hakim seperti itu hakim yang tidak baik. seharusnya sebagai seorang hakim dia memutuskan semuanya secara adil, sehingga tidak terjadi kesewenang"an, dan dapat memenuhi hak" masyarakat akan keadilan. Jika dalam memutuskan sebuah perkara ia tidak adil, yang terjadi adalah hukum yang keliru, dan tidak berpihak kepada sebuah kebenaran. dan sesungguhnya orang yang menutupi sebuah kebenaran maka ia berdosa ..
      maka dari itu sekolah/universitas yang akan menetaskan hakim" haruslah lebih ketat, agar hakim" yang dihasilkannya termasuk hakim yang berkualitas, adil, dan dapat dipercaya sehingga dapat mengabdikan dirinya di masyarakat sesui dengan syariat islam. dan seorang hakim juga harus mempunyai agama yang kuat, agar terjauh dari sifat tidak adil, karena allah sangat membencinya.

      sekian

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Firda Amalia 2021 111 138

    Assalamu'alaikum...
    Bagaimana menurut Anda mengenai pengacara atau kuasa hukum yang membela tersangka dalam peradilan?dan adakah kriteria hakim yang baik menurut Al-Qur'an??
    mohon jelaskan..
    terimakasih...

    Wassalamu'alaikum...

    BalasHapus
  6. waalaikumsalam ..

    Pekerjaan atau profesi dalam Islam merupakan bagian dari mualamalah. Dalam muamalah, semua dibolehkan selama tidak melanggar rambu-rambu syariah yang telah ditetapkan. Demikian halnya dengan profesi sebagai pengacara. Dari aspek kebutuhan hukum, profesi pengacara bisa menjadi ladang amal yang sangat besar karena fungsinya yang menyediakan pembelaan hukum agar klien tidak dipermainkan oleh hukum atau dakwaan yang melampaui keharusan. Hadirnya pengacara telah ikut membantu tegaknya keadilan dan pemberlakuan hukum secara bijak. Sudah menjadi tugas pengacara untuk tidak gentar membela yang lemah dan bukannya tegar membela yang bayar sehingga tidak ada yang merasa terzalimi. Maka, bisa dikatakan bahwa pengacara merupakan profesi yang mulia.

    Jika pada kenyataannya yang terjadi justru sebaliknya, kehadiran pengacara malah menjadi bagian dari upaya untuk menghilangkan atau menjauhkan tersangka dari jeratan hukum yang seharusnya dia terima, maka hal tersebut bukan dasar terlarangnya profesi menjadi pengacara. Hal tersebut lebih pada perilaku oknum yang tidak bertanggung jawab. Memang harus diakui, beberapa oknum pengacara dengan kepandaiannya dapat mempermainkan hukum atau menjadi tangan kanan tersangka. Dia bersekongkol dengan mafia hukum meski tahu bahwa hal itu merupakan pelanggaran kode etik seorang pengacara. Kalau sudah begini, alih-alih mendapat pahala, mereka hanya akan menumpuk-numpuk dosa yang sangat besar.
    Menjadi pengacara dalam kondisi hukum yang sangat lemah seperti saat ini di negara ini disikapi dengan bijak agar tidak terjebak dalam lingkaran setan mafia hukum yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Wallahu a’lam

    Dan menjadi seorang hakim tidaklah mudah dalam Islam. Dia haruslah seorang yang berilmu, jujur, berani dan istiqomah dalam kebenaran, karena dia harus memutuskan perkara dengan ilmu dan kebenaran yang hakiki. Untuk itu ia harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

    a. Beragama Islam untuk perkara yang berkaitan dengan hukum Islam. Tidak diperbolehkan menyerahkan perkara kepada hakim yang memeluk agama selain Islam.

    b. Sudah akil baligh dewasa akal pikirannya sehingga sudah bisa membedakan yang hak dan yang bathil.

    c. Sehat jasmani dan rohani.

    d. Orang yang merdeka. Hamba sahaya tidak mempunyai kekuasaan pada dirinya sendiri apalagi pada orang lain.

    e. Berlaku adil sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.

    f. Seorang laki-laki bukan perempuan. Hal ini didasarkan pada Firman Allah SWT sebagai berikut:

    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء
    "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita". (Qs. An Nisa' :Penggalan ayat 34 ).


    Dan kemudian, dalam sebuah hadist Rasulullah juga bersabda:
    yang artinya: "Suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan tidak akan berbahagia". (HR. Bukhori).

    g. Memahami hukum dalam Al Qur'an dan Sunnah.

    h. Memahami 'ijma ulama serta perbedaan-perbedaan tradisi umat.

    i. Memahami bahasa arab denganbaik.

    j. Mampu dan menguasai metode ijtihad karena ia tidak boleh taqlid.

    k. Seorang hakim harus bisa mendengarkan dengan baik. Kalau tuli ia tidak dapat mengetahui dan membedakan antara yang menerima dan yang menolak.

    l. Seorang hakim harus dapat melihat.

    m. Seorang hakim harus mengenal baca tulis. Sebagian ada yang berpendapat tidak perlu syarat ini karena hukum dapat diketahui tanpa mengerti baca tulis.

    n. Seorang hakim harus memiliki ingatan yang kuat dan dapat berbicara dengan jelas.

    sekiAN..

    BalasHapus
  7. 2021 111 127

    assalamu'alaikum...
    apa saja etika yang harus dimiliki seorang hakim sehingga ia dapat dikatakan sebagai hakim yang mempunyai kode etik profesional??
    dan bagaimana menurut pendapat pemakalah dengan adanya fenomena hakim perempuan, serta apa dasarnya??
    terimakasih...
    wassalamu'alaikum...

    BalasHapus
    Balasan
    1. waalaikum salam ..

      dalam KODE ETIK PROFESI HAKIM dijelaskan berbagai macam etika" yang harus di miliki seorang hakim ...
      ia harus mempunyai sifat yang baik (bertaqwa terhadap Tuhan YME,adil, wibawa, berbudi luhur, dan jujur), dalam persidangan ia harus mengikuti garis-garis yang ditentukan dalam Hukum Acara yang berlaku, Tidak memihak/simpati kpd pihak" yg berpekara, harus sopan,tegas dan bijaksana. tidak hanya karena diri sendiri, seorang hakim juga harus memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara sesama rekan, memiliki rasa setia kawan, tanggang rasa. dan saling menghargai antara sesama rekan, memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap Korps Hakim secara wajar, menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan. terhadap Masyarakat ia dapat menghormati dan menghargai orang lain, tidak sombong dan tidak mau menang sendiri, hidup sederhana, dll ... >lebih lengkapnya bisa dilihat di KODE ETIK PROFESI HAKIM ..

      pertanyaan ini bisa disebut sering kali muncul dan selama bertahun-tahun terus menjadi pokok perdebatan di kalangan ahli. Dalam konteks sistem peradilan Islam, perdebatan ini menjadi salah satu topik hangat di kalangan ulama. Mereka memperdebatkan apakah seorang perempuan berhak menduduki jabatan publik, apalagi jabatan yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa.
      Menurut mayoritas ulama mazhab— Syafi’i, Hanbali, dan Maliki—seorang perempuan dinyatakan tak boleh memegang jabatan sebagai hakim. Ketentuan ini berlaku di semua jenis kasus. Baik yang berkenaan dengan sengketa harta, qishash ataupun had, atau kasus-kasus lainnya.
      bila mereka tetap diberikan kepercayaan sebagai hakim, maka pihak pemberi wewenang kepada yang bersangkutan dihukumi berdosa. Ketetapan yang dihasilkan oleh hakim perempuan itu pun dianggap batal walaupun mengandung unsur kebenaran.
      Sedangkan, dalam pandangan mazhab Hanafi, hukumnya tak jauh beda dengan pendapat mayoritas. Hanya saja, para ulama bermazhab Hanafi sedikit memberikan keleluasaan. Selama dianggap memenuhi syarat tertentu, maka mereka diperbolehkan berposisi sebagai seorang hakim ..

      menurut saya persyaratan hakim tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin, melainkan pada kompetensi calon. Kalaupun selama ini masih ada yang berpandangan perempuan tak bisa jadi hakim, bagi saya pemikiran demikian lebih didasarkan pandangan patriarkis. Pandangan patriarkis seringkali mengekang penerjemahan teks-teks Kitab Suci sesuai dengan perspektif patriarkal.

      sepengetahuan saya tidak ada satu pun dalil yang kuat (qath’iyy) yang melarang perempuan untuk menjadi hakim di Peradilan Agama. Dengan kata lain, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk menjadi hakim dalam segala bidang sepanjang ia mampu menegakkan kebenaran dan keadilan.

      mungkin seperti itu, kurang lebihnya mohon maaf :)

      Hapus
  8. muh. mertojoyo 2021 111 155

    Dalam hadits terdapat keterangan ancaman keras mengenai pelaksanaan ketetapan hukum atas dasar kebodohan. Hak-hak Allah sangat agung dan siksa Allah sangat pedih.
    ancaman kerasnya itu seperti apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. ketetapan hukum atas dasar kebodohan dilarang/diancam keras karena dapat menimbulkan kesewenang"an, ketidakadilan dan kesengsaraan ...
      dilihat ke konteks kenegaraan, Indonesia adalah negara hukum, dimana disana juga tersusun sebuah UUD sebagai pengatur negara/dasar hukum, nah ... jika seorang hakim menetapkan suatu hukum tanpa landasan yang benar (UUD dan hukum syariat) maka yang jadi dasar itu akan sia" dan menimbulkan kerusuhan,
      kehidupan akan menjadi bebas, dan tak terkendali

      dan itu sangat diancam,
      jika seorang hakim tetap saja menetapkan hukum dengan kebodohan,, neraka adalah tempat yang tepat untuknya kelak..

      Hapus
  9. Moh. Nasoikhul Ibad 2021 111 178

    bagaimana menurut pemakalah jika seorang hakim yang menghukum berat kepada rakyat biasa karena mencuri hewan ternak, dan seorang hakim cuma menghukum ringan kepada koruptor?
    jelaskan

    BalasHapus
    Balasan
    1. hakim seperti itu berarti adalah hakim yang bodoh...
      karena apa? karena tidak melihat bahwa dampak korupsi itu lebih besar dibanding hanya mencuri hewan ternak, seorang koruptor telah memperkaya dirinya dengan mencuri uang rakyat yang seharusnya uang tersebut untuk kepentingan orang banyak, seperti: pembangunan sarana fisik, atau pembangunan mental bangsa. sedangkan pencurian hewan ternak tidak berdampak seluas itu

      selain itu,seorang hakim telah bertindak bodoh karena mengabaikan prinsip keadilan, dia menghukum ringan seorang koruptor karena melihat faktor pertemanan, jabatan koruptor, dan uang (boleh dikatakan hakim itu jg tidak adil karena pandang bulu).sedangkan pada saat hakim itu menghakimi pencuri ternak hakim itu tidak mendapatkan sesuatu yang berupa meteri dari si pencuri itu (makan saja si pencuri sulit apalagi untuk memberi sesuatu untuk hakim/pengacara) ,,,

      sering terjadinya kasus seperti itu dinegara kita, berarti menunjukkan bahwa kurang adilnya seorang hakim...

      Hapus
  10. nim 2021 111 137
    bagaimana pendapat anda mengenai hakim yang hanya membela orang-orang dari golongan elite. mohon dijelaskan beserta solusinya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. berarti hakim itu bukanlah seorang hakim yang baik,,
      bukankah seorang hakim dituntut menetapkan suatu hukum secara adil, dan tidak boleh pandang bulu ...
      dengan kasus seperti itu bererti hakim sudah menyalai syarat seorang hakim, dan juga kode etik profesi hakim .,.

      disana kode etikkan sudah sangat jelas dijelaskan bahwa seorang hakim dilarang memihak pada pihak" yang berperkara, jika dilihat dari kasus itu berarti kan seorang hakim itu jelas memihak kalangan elite yang berjabatan tinggi dan bermateri banyak ...
      nah dapat disimpulkan bahwa hakim melakukan hal seperti itu karena nafsunya yang membuat ia buta dan terlihat bodoh dimasyarakat ... sehingga orang" miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya ...

      dan solusinya adalah dengan menguatkan ketaqwaan terhadap Allah, jika seorang hakim itu bertaqwa otomatis ia akan takut melakukan hal yang demikian itu, untuk hakim yang sudah melakukannya bertaubatlah kembali kejalan Allah, dan yang belum jadi hakim (calon) belajarlah sungguh" agar menjadi hakim yang berkualitas dan berguna di masyarakt untuk menegakkan sebuah hukum ...

      Hapus
  11. assalamu'alaikum....
    saya mau bertanya bagaimana jika ada seorang hakim non muslim mjd hakim seorang muslim? apakah diperboehkan? jika boleh/tdak mohon berikan penjelasannya? dan mohon disertakan dalil pendukungny..
    trimakasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waalaikumsalam ...
      menurut saya itu tidak boleh mba ..
      memilih seorang hakim yang nonmuslim untuk mengatasi perkara" islam itu tidak diperbolehkan ..
      seperti Firman ALLAH SWT dalam Surah Al Imran Ayat 28
      لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ (٢٨
      Artinya:
      28. Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[192] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu).

      Allah Juga Berfirman Di Surah Al Maidah Ayat 51

      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.“(QS. Al-Mâidah [5] : 51)

      hakim" muslim dinegara ini masih banyak toh ..
      bahkan calon"nya juga banyak mengantri, maka dariitu untuk apa kita mempercayakan sebuah perkara kita(muslim) kepada hakim yang non muslim,, kalau yang muslim juga banyak dan siap membantu ... :)

      Hapus
  12. nanik dwi astutik
    2021111062
    asalamualaikum
    bagaimana agar kita selalu menjadi orang yang adil baik untuk diri sendiri maupun orang lain ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. dan yang dilakukan agar kita adil terhadap diri sendiri dan orang lain adalah:
      1. Lingkup Pribadi:(a) Tempatkn segala sesuatu pd tempatny,Semua org tentu akn senang jika ssuatu yg dibutuhkan slalu ada di tempatnya.(b)Selalu berkaca diri, Seorang yang adil akan memperlakukan orang lain sebagaimana dirinya ingin diperlakukan dengan cara yang sama oleh orang lain. Berkacalah! Kalau kita ingin dihormati seseorang sudahkah kita menghormati orang lain?(c)Jangan bertindak saat marah, Respon seseorang pada saat marah sering didominasi hawa nafsu. Yang muncul kemudian adalah pemuasan ego, bukan semangat keadilan.(d)Lihat kebaikannya, Perlakukan orang lain secara adil dan proporsional. Kalau mau menegur kesalahannya, lihat dan akui kebaikan-kebaikannya terlebih dahulu. Misalnya, dengan mengatakan, “Jujur saya akui Anda kreatif dan cerdas. Tetapi, akan lebih baik jika Anda juga bisa tepat waktu.”

      2.Lingkup Sosial
      Dgn keadilan, masyarakat akn hidup aman dan nyaman. Namun, jika mulai ad yg merasa diperlakukan tidak adil, pasti mereka akn memberontak. memelihara kaedilan terhadap orang lain/masyarakat:
      (a)Taat hukum, Hukum dibuat untuk menjaga keselarasan. Dengan mentaatinya, kita telah ikut menjaga keadilan dan keselarasan. Saat berkendara, misalnya, berhentilah saat lampu lalu lintas merah menyala. (b)Tidak tebang pilih, Keadilan itu akan bisa ditegakkan dengan mudah jika pemimpin meletakkannya di atas kepentingan pribadi atau golongan atau tidak memihak. Kalau pemimpin tidak memihak ia akan bisa melihat yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Demi keselarasan tetaplah berlaku adil meski terhadap musuh atau teman sekali pun. Tidak ada istilah tebang pilih.
      (c)Konsekwen, Keadilan biasanya lebih mudah ditegakkan bila menyangkut pihak lain. Namun, lain halnya kalau kasus itu sudah menyangkut diri sendiri. Saat demikian seorang pemimpin diuji untuk tetap konsekwen. Meski tidak menguntungkan golongannya, keputusan yang adil dalam jangka panjang akan membawa keselarasan semua pihak.
      (d)Orang tepat di tempat yang tepat, Salah satu keadilan adalah menempatkan orang pada posisi yang tepat. Misalnya seorang ulama, hendaklah pada posisi sebagai ‘tuntunan’ (penasehat) umat. Adalah tidak adil mana kala ulama di tempatkan sebagai ‘tontonan’ umat. Begitu pula sebaliknya, jangan sampai hanya karena nama beken, seorang artis kemudian diminta ikut-ikutan berdakwah tanpa ilmu yang memadai. Serahkanlah urusan pada ahlinya.
      (e)Ingat pengadilan Ilahi. Terkadang, meski sudah mengetahui kezaliman itu buruk, hawa nafsu dan setan tak henti-hentinya menggoda dan menjerumuskan manusia. Untuk itu, hayatilah bahwa Allah Maha Adil. Bila kita menganiaya seseorang, ini tidak lenyap begitu saja. Semua tercatat di sisi Allah SWT.Mungkin saja masyarakat bisa ditipu, namun Allah Maha Adil. Dia yang tlh menetapkan keseimbangan kehidupan ini. Kebaikan akn dibalas dg kebaikan dan kejahatan akan dibalas pula dg kejahatan.

      Hapus
  13. 2021 111 142

    bagaimanakah penegakan hukum yang baik menurut islam, apakah ada dasar yang menjelaskan dalam al-qur'an? harus adakah dan seperti apakah peranan pemerintah dalam penegakan hukum yang adil itu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penegakkan Hukum yang baik adalah hukum yang adil yang dapat membimbing masyarakat, yang tetap pada syariat Islam.
      Tidak ada satu pihak pun yang mampu menciptakan atau membuat aturan dan perundangan-undangan selengkap, sesempurna, seadil, dan sejujur syariat Islam yang diturunkan oleh Allah l. Hal ini sebagaimana firman-Nya:
      “Telah sempurnalah syariat Rabbmu (Al-Qur’an) sebagai syariat yang benar dan adil. Tidak ada satu pihak pun yang mampu mengubah syariat-syariat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-An’am: 115)


      ada tiga alasan perlunya ada kebijakan dari pemerintah dalam penegakan hukum
      1.Pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengelola wilayah dan rakyatnya untuk mencapai tujuan dalam bernegar, dalam hal ini bukan hanya pernyataan tujuan bernegara Indonesia, namun secara mendasarpun gagasan awal lahirnya konsep Negara, pemerintah wajib menjamin hak asasi warga negaranya.
      2.tidak hanya tanggung jawab, pemerintah pun mempunyai kepentingan langsung untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahannya. Birokrasi dan pelayanan masyarakat yang berjalan dengan baik, serta keamanan masyarakat. Dengan adanya penegakan hukum yang baik, akan muncul pula stabilitas yang akan berdampak pada sector politik dan ekonomi. Menjadi sebuah penyederhanaan yang berlebihanbila dikatakan penegakan hukum hanyalah tanggung jawab dan kepentingan lembaga yudikatif.
      3.sama sekali tidak dapat dilupakan adanya dua institusi penegakan hukum lainnya yang berada di bawah lembaga eksekutif, yaitu kepolisian dan kejaksaan. Penegakan hukum bukanlah wewenang Mahkamah Agung semata. Dalam konteks keamanan masyarakat dan ketertiban umum, kejaksaan dan kepolisian justru menjadi ujung tombak penegakan hukum yang penting karena ia langsung berhubungan langsung dengan masyarakat.

      Hapus
  14. Dewi Lisetyawati
    2021 111 139

    misalkan dalam suatu persidangan seorang hakim sebenarnya ingin berbuat adil, namun karena dia di ancam oleh orang yang sebenarnya salah dalam pengadilan maka dia membela orang yang salah tersebut.bagaimana pemakalah menanggapi hal tersebut?dan bagaimana pula hakim itu harus bersikap?mohon penjelasannya.
    terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukankah seorang hakim dituntut berbuat adil??? jika si hakim memang sudah niat menegakkan keadilan, jalankan saja !! kalau tiba" ada pihak yang mengancam, jangan takut .. toh Indonesia adalah negara hukum,
      وَمَا تُقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللّهِ
      (dan kebaikan apa saja yang kalian usahakan bagi dirimu, tentu kalian akan mendapat pahalanya di sisi Allah).
      إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
      (sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kalian kerjakan),
      dan dilihat dari ayat Al-Qur'an diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa siapa saja yang mengusahakan sesuatu yang baik, akan dapat pahala, dan tentu saja Allah selalu berada disisi (melindungi) orang" yang baik itu, janganlah takut karena Allah maha mengetahui ...

      Lalu hakim itu tidak sendiri, banyak pihak" yang menjamin keselamatannya, misalnya pemerintah ...
      jika ia takut dan kemudian membela yang salah yang ada hanyalah keributan, kesewenang"an, dan ketidak adilan, imbas yang menerima semua itu adalah masyarakat banyak ..
      nah ... makadari itu seorang hakim bagaimanapun caranya harus berusahaa adil, dan menegakkan keadilan,agar tercipta sebuah negara yang adil dan nyaman ...

      mungkin seperti itu yang dapat saya jawab
      terimakasih

      Hapus
  15. Assalamu'alaikum. wr. wb mbak rahardyani
    saya mau tanya menurut pendapat anda, mengenai pekerjaan seorang hakim yang ternyata begitu peliknya. seandainya anda ditawari menjadi seorang hakim, apakah akan menerima tawaran tersebut..?? dan tolong kasih alasannya, untuk memperkuat pendapat anda tersebut.

    Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih mba bibah pertanyaannya ..

      menjadi seorang hakim sangatlah besar tanggung jawabnya, hakim itu adalah orang yang ditunjuk untuk memutuskan sebuah perkara secara adil, tanpa pandang bulu, keadilan mencegah kesewenang-wenangan dan kezaliman, dan keadilan yang menjamin kesamaan diantara manusia dan memberikan hak kepada masing-masing yang punya hak. jika ia salah bertindak ,yang akan menerima imbasnya adalah masyarakat banyak,
      jika saya ditawari menjadi hakim, jawabannya TIDAK :)
      karena menjadi seorang hakim bukanlah sebuah perkara yang gampang...
      menjadi seorang hakim haruslah mengetahui hukum" syariat, dan hukum UUD negara yang ada ...
      disini saya mengatakan tidak karena, saya tidak mempunyai banyak ilmu tentang hukum ... karena saya basicnya bukan ilmu kehukuman tapi ilmu pendidikan ... jadi saya kurang memeadai tentang hal tersebut ...
      jika saya menerima, yang ada hanyalah sebuah kekeliruan penegakkan hukum ...

      Hapus
  16. 2021 111 352
    1. "hakim yang tidak mengetahui kebenaran lalu menetapkan hukum kepada manusia diatas kebodohan" berikan contoh peryataan hadits tsb?
    2. apa hukumya orang islam di hakimi oleh hakim yang non islam???

    BalasHapus
    Balasan
    1. hakim yang tidak mengetahui kabenaran lalu menetapkan hukum kepada manusia diatas kebodohan maksudnya adalah seorang hakim yang tidak mengetahui hukum" syariat/ hukum" negara tentang suatu hal, tapi tetap menetapkan sebuah hukum asal"an saja (sesuka dia),
      cntoh: seorang hakim dipercayakan mengatasi sebuah sengketa pembagian kewarisan, tapi sebenarnya ia tidak mengetahui hukum" yang mendasari pembagian kewarisan, dan kemudian menetapkan sebuah ketetapan tentang sengketa tersebut dengan asal"an ...

      untuk pertanyaan kedua sudah dijawab di pertanyaan ke 9 .. silahkan dibaca kembali ..

      Hapus
  17. Assalamu'alaikum
    Ika Nur Fitriana 2021 111 168

    Bagaimana menurut pendapat pemakalah mengenai hakim yang ada di negara kita? apakah sudah memenuhi kreteria seperti hadits di atas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. wassalamualaikum ..

      Bagaimana mengenai hakim yang ada di negara kita?
      Kehakiman yang bebas dan tidak memihak. Bebas berarti tidak ada yang menghalangi atau mengganggu. Tidak memihak berarti adil, berada di antara pihak-pihak yang terkait. Di Indonesia, para hakim di pengadilan sudah bebas memberi vonis kepada siapapun(tidak diancam), bahkan sampai nenek-nenek pun tak luput dari vonis hakim. Namun, banyak tersangka tindak kejahatan yang juga ‘bebas’ dari proses peradilan. Sementara dengan hal keberpihakan, masih banyak badan kehakiman yang condong ke ‘pihak yang lebih tinggi’. ‘Pihak yang lebih tinggi’ yang dimaksudkan di sini adalah pihak yang (biasanya) banyak uang. Dengan uang, hukum pun bisa diatur. Contohnya adalah kasus korupsi. Jika pada zaman penjajahan dulu dikatakan “Revolusi Harga Mati!”, maka pada zaman sekarang dapat dikatakan “Korupsi Harga Nego!”. Begitulah peradilan di Indonesia.

      namun jangan mengecap bahwa semua hakim di Indonesia seperti itu ..
      banyak juga hakim" yang jujur, baik, dan adil di negara ini...
      sebagai masyarakat kita berdoa dan menuntut hak saja agar hukum di negara ini tetap ditegakkan, sehingga tercipta kehidupan yang aman, tentram, dan nyaman ...

      Hapus
  18. assalamu'alaikum

    seorang hakim bahwasanya harus bisa memutuskan suatu perkara dengan adil dan baik, nah.. untuk memutuskan suatu perkara itu ada beberapa syarat yang harus dilaksanakan oleh seoarang hakim, yang saya ketahui bahwa salah satu syarat mejadi hakim ketika memutuskan suatu perkara adalah tidak boleh dalam keadaan terlalu lapar ataupun terlalu kenyang,,
    bagaimana pendapat anda apabila hakim itu dalam keadaan berpuasa, bagaimana hukum puasanya? dan apakah sidang itu ditunda dulu atau bagaimana?
    terimakasih...

    BalasHapus
  19. waalaikum salam ..

    Yang dimaksud jangan dalam keadaan yang lapar maupun terlalu kenyang adalah hakim tersebut bisa fokus dalam menetapkan suatu hukum, dan berfikir jernih ...
    kalau si hakim lapar/terlalu kenyang kan otomatis beliau tidak fokus, dan pikirannya kemana" ... sehingga ditakutkan hukum yang dijatuhkan malah salah tidak aktual ...

    jika si hakim itu puasa, itu malah baik menurut saya ..
    bukankah dengan puasa fikiran kita malah fresh ... jangan jadikan puasa itu sebagai alasan, karena sesungguhnya puasa itu adalah baik ...
    dan puasa itu adalah ibadah, jika kita menjalankan ibadah itu dengan iklas maka insyaallah perkejaan apapun tidak akan terasa, malah akan terasa mudah, karena Allah selalu berada di sisinya ...
    tidak perlu menunda" jika proses hukum itu bisa dilakukan segera ,,namun jika suatu hukum belum bisa diputuskan, maka sidang itu bisa ditunda dulu ... jadi sebuah sidang ditunda jika suatu hukum belum diputuskan karena syarat", atau bukti" belum lengkap, dan harus dilakukan penyelidikan ..

    mungkin seperti itu pendapat saya, kurang lebihnya mohon maaf ...

    BalasHapus