MAKALAH
PROFIL GURU
Disusun guna
memenuhi tugas
Mata Kuliah :
Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampu :
Ghufron Dimyati, M.Ag
Disusun oleh :
Nur
Sofiyanto 2021 111
190
Ani
Sugiharti 2021
112 286
Hidayati
Hasina 2021 112 271
Kelas : C
JURUSAN TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
lingkungan kita, guru yang memang menempati kedudukan yang terhormat
dimasyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga
masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang
dapat mendidik peserta didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian
mulia.
Dari ungkapan
diatas berarti tugas guru dalam mendidik
murid-muridnya adalah membimbing, memberikan petunjuk, teladan, bantuan, latihan, penerangan, pengetahuan, pengertian,
kecakapan, ketrampilan, nilai-nilai, norma-norma kesusilaan, kebenaran,
kejujuran, sikap, dan sifat-sifat yang baik dan terpuji dan sebagainya.
Dalam makalah
ini kami akan memaparkan lebih lanjut tugas dan fungsi guru, dari yang mendasar
sampai dengan pandangan umum masyarakat tentang profesi guru dan apa apa saja
yang harus melatar belakangi guru agar dapat menjadi figur yang dapat menjadi
perubah peradapan masyarakat yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
PROFIL GURU
1.
Makna Guru
Makna guru (pendidik) sebagaimana dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003,
Bab 1, Pasal 1, ayat 6 adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada peserta didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang
yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga
pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushola, di rumah, dan
sebagainya.
Makna guru atau pendidik pada prinsipnya tidak hanya mereka yang
mempunyai kualifikasi keguruan secara formal diperoleh dari bangku
sekolah/perguruan tinggi, melainkan yang terpenting adalah mereka yang
mempunyai kompetensi keilmuan dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam
matra kognitif, afektif dan psikomotorik.[1]
Pembinaan yang harus guru berikan pun tidak hanya secara kelompok
(klasikal), tetapi juga secara individual. Hal ini mau tidak maumenutut guru
agar selalu meperhatikan sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didiknya,
tidak hanya di lingkungan sekolah, tetapi di luar sekolah sekalipun.[2]
2.
Hakikat Guru
Seorang guru hendaknya memegang teguh komitmen ‘ing ngarso sung
tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Ing ngarso sung tuladha
bermakna bahwa guru harus menjadi panutan, dapat digugu dan ditiru atas semua
perkataan dan perbuatannya. Ing madya mangun karsa, yaitu mampu menjadi
mediator untuk menjadikan siswanya berkarya dan berkehendak atas kemampuan
masing-masing. Tut wuri handayani, dengan maksud guru harus mampu
mendorong dari belakang terhadap pesertanya untuk senantiasa berbuat yang lebih
bermanfaat bagi dirinya sendiri, bangsa dan negara.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat guru adalah :
a.
Orang yang memiliki minat, tidak pernah lelah dan bosan mencari
atau menambah ilmu dan menyampaikannya pada orang lain (siswa) kapan saja.
b.
Orang yang berbakat, mempunyai kelebihan dan hasilnya sesuai dengan
harapan.
c.
Orang yang bertanggungjawab, mampu merubah pengetahuan, sikap,
kepribadian dan ketrampilan peserta didiknya lebih baik.
d.
Orang yang mempunyai panggilan jiwa, mau berkorban demi kemajuan
peserta didiknya.
e.
Orang yang mempunyai idealisme, mau mendengarkan keluh kesah
peserta didiknya dan mampu memberikan solusinya.[3]
3.
Persyaratan Guru
Menjadi guru, menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat dan kawan-kawan
(1992: 41) tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan
seperti dibawah ini :
1.
Taqwa kepada Allah Swt.
Guru merupakan teladan bagi anak didiknya, sebagaimana Raulullah
menjadi teladan bagi umatnya. Maka guru harus bertaqwa kepada Allah jika anak
didiknya pun diajarkan untuk bertaqwa. Karena taqwa merupakan pondasi utama
keimanan seseorang.
2.
Berilmu
Indikasi guru yang memiliki ilmu tidak hanya dari selembar ijazah
saja, melainkan dibutuhkan bukti untuk menunjukkan kesanggupannya dalam
mengemban tugas sebagai pendidik yang berkewajiban membimbing siswa menutut
ilmu.
3.
Berkelakuan baik
Budi pekerti penting bagi pembentukan watak anak didik. Guru haru
menjadi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Diantara tujuan
pendidikan yaitu membetuk akhlak mulia pada diri pribadi anak didik, dan ini
hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula.[4]
4.
Sehat jasmani
Kesehatan jasmani kerap kali dijadikan salah satu syarat bagi para
calon guru. Karena guru banyak berinteraksi dengan siswanya, sehingga guru yang
mengidap penyakit menular dapat membahayakan siswa yang diajar. Termasuk guru
yang sakit-sakitan kerapkali terpakasa absen dalam pembelajaran, ini tentu
merugikan para peserta didik.
4.
Tanggung Jawab Guru
Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan
anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri
setiap anak didik. Tidak ada seorang guru pun yang mengarapkan anak didiknya
menjadi sampah masyarakat. Untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan
loyalitas berusaha membimbing dan membina anak didik agar di masa mendatang
menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.[5]
Guru yag seperti inilah yang diharapan untuk dapat mengabdikan diri
di lembaga pendidikan. Tidak sekedar menuangkan ilmu pengetahuan kepada otak
anak didik, sementara jiwa dan wataknya tidak dibina. Karena memberi
pengetahuan kepada anak didik memang suatu perkara yang mudah, tetapi untuk
membentuk jiwa dan watak yang baik itu sukar. Hal ini disebabkan anak didik
yang dihadapi adalah mahluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu
dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai ideologi, falsafah dan bahkan
agama.
Jadi, guru harus bertanggungjawab atas segala sikap, tingkah laku,
dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik.
5. Tugas dan Fungsi Guru
Tugas
Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas
maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai
suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.[6]
Tugas guru sebagai profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan
profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
meliputi mendidik, mengajar dan melatih anak didik. Tugas guru sebagai seorang
pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak
didik. Selanjutnya, tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak. Tugas guru sebagai
pelatih berarti mengembangkan ketrampilan dan menerapkannya dalam kehidupan
demi masa depan peserta didik.
Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak
bisa guru abaikan, karena itu guru harus terlibat dengan kehidupan masyarakat
dengan interaksi sosial. Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada peserta didik. dengan begitu peserta
didik diharapkan mempunyai kesetiakawanan sosial.
Fungsi
Diantara
fungsi guru antara lain :
a.
Guru sebagai pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi
bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus
memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab,
wibawa, mandiri dn disiplin.
Berkaitan dengan wibawa, guru harus mempunyai kelebihan dalam
merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam
pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni sesuai bidang yang dikembangkan.
b.
Guru sebagai pengajar
Sejak aadanya kehidupan, sejak itulah guru guru telah melakukan
pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya
yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang
untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya.
c.
Guru sebagai pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas perjalanan
itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan bukan hanya menyangkut fisik tetapi
perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual, yang lebih
dalam dan kompleks.
d.
Guru sebagai pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan,
baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, yang melatih
peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi
masing-masing.
Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi
dasar materi standar, juga harus mampu memperhatikan hal yang sudah tertera diatas,
juga harus mampu memperhatika perbedaan inividual peserta didik, dan
lingkungannya.
e.
Guru sebagai penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang
tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai pensehat dan dalam
beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Menjadi guru pada
tingkat manapun berarti menjadi orang kepercayaan, kegiatan pembelajaranpun
meletakkannya pada posisi tersebut. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan
kebutuhan untuk membuat keputusan, dan dalam hal ini prosesnya akan lari kepada gurunya.
f.
Guru sebagai pembaharu
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu kedalam kehidupan
yang bermakna bagi peserta didik. dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan
luas antara generasi satu dengan yang lain. Tugas guru adalah memahami
bagaimana keadaan jurang pemisah ini, dan bagaimana menjembataninya secara
efektif.
g.
Guru sebagai model dan teladan
Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru
akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkungannya yang
menganggap atau mengakuinya sebagai guru.
h.
Guru sebagai pribadi
Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus
memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian
sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibandingkan profesi
lainnya.ungkapan yang sering dikemukakan adalah” guru: bisa digugu dan ditiru”.
i.
Guru sebagai peneliti
Dalam pelaksanaan pembelajaran memerlukan penyesuain-penyesuaian
dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang
didalamnya melibatkan guru yang merupakan subjek pembelajaran itu sendiri.
Menyadari ia tidak mengetahui sesuatu maka ia berusaha mencari dengan melakukan
kegiatan tersebut, untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas.
j.
Guru sebagai pendorong kreativitas
Kreativitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan
ciri aspek dunia kehidupan disekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya
kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh
seseorang.
Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreativitas
merupakan yang universal oleh karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing
dan dibangkitkan oleh kesadaran itu. Ia sendiri adalah seorang kreator dan
motivator, yang beraa dipusat proses pendidikan.
k.
Guru sebagai pembangkit pandangan
Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara
pandangan tentang keagungan kepada peserta didiknya. Mengemban fungsi ini guru
harus trampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik disegala umur; sehingga
setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya dilaksakan untuk
menunjang fungsi ini.
l.
Guru sebagai emansipator
Dalam hal ini guru mampu memahami potensi peserta didik,
menghormati setiap insan, dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Ketika
masyarakat membicarakan rasa tidak senang kepada peserta didik tertentu, guru
harus mengenal kebutuhan peserta didik tersebut akan pengalaman , pengakuan,
dan dorongan.
Guru telah melaksanakan fungsi sebagai emansipator; ketika peserta
didik kembali termotivasi dan timbul kembali kesadaran serta bangkit kembali
harapannya.
m. Guru sebagai
evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling
kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan serta variabel
lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak
mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran
tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas belajar,
atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta
didik.
n.
Guru sebagai pembawa cerita
Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat pengukur.
Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama
dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan
oleh manusia lain.
Dalam hal ini, guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan
cerita-cerita tentang kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu
sangat bermanfaat bagi manusia, dan ia berharap bisa menjadi pembawa cerita
yang baik.
o.
Guru sebagai aktor
Sebagai seorang aktor, guru harus melakukan apa yang ada dalam
naskah yang telah disusun dengan mempertimbangkan pesan yang akan disampaian
kepada penonton. Untuk bisa berperan sesuai dengan tuntunan naskah, dia harus
menganalisis dan melihat kemampuannya sendiri, persiapannya, memperbaiki
kelemahan, menyempurnakan aspek-aspek baru dari setiap penampilan,
mempergunakan pakaian, tata rias yang sebagaimana diminta, dan kondisinya
sendiri untuk menghadapi ketegangan emosinya dari malam kemalam serta mekanisme
fisik yang harus ditampilkan.
6.
Kepribadian Guru
Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat (1980) sebagaimana dikutip dalam
buku Guru dan Anak Didik, bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi),
sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah
penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan.
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari
unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan
seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribdian orang itu, asal dilakukan
secara sadar.[7]
Kepribadian dapat menetukan status guru, apakah akan menjadi pendidik dan
pembina yang baik ataukah menjadi perusak dan penghangcur bagi hari depan anak
didik.
Menurut Alexander Meikeljohn (1971) yang dikutip oleh Saiful Bahri
Djamarah, mengatakan:
“No one can be a genuine teacher unless he is himself actively
sharing in the human attempt to understand men and their word”
Jadi, menurut Meikeljohn, tidak seorang pun yang dapat menjadi
seorang guru yang sejati (mulia) kecuali bila dia menjadikan dirinya sebagai
begian dari anak didik yang berusaha untuk memahami semua anak didik dan
kata-katanya.
7.
Peranan Guru
Guru dalam melaksanakan perannya, yaitu sebagai pendidik, pengajar,
pemimpin, administrator, harus mampu melayani peserta didik yang dilandasi
dengan kesadaran (awarreness), keyakinan (belief), kedisipinan (discipline),
dan tanggung jawab (responsibility) secara optimal sehingga memberikan
pengaruh positif terhadap perkembangan siswa-siswa optimal, baik fisik maupun
psikis.[8]
8. Kode Etik Guru
Guru sebagai tenaga profesional perlu memilki kode etik guru dan
menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam
pengabdian. Kode etik guru ini merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap
dan perbuatan guru.
Berikut akan dikemukakan kode etik guru Indonesia sebagai hasil
rumusan kongres PGRI XIII pada tanggal 21-25 November 1973 di Jakarta, terdiri
dari sembilan item, yaitu :
a.
Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk
menusia pembangunan yang ber-pancasila.
b.
Guru memiliki kejujuran profesioanal dalam menerapkan kurikulum
sesuai kebutuhan anak didik masing-masing.
c.
Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi
tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentu penyalahgunaan.
d.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan
dengan orangtua anak didik sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
e.
Guru memelihara hbungan baik dengan masyarakat di sekitar
sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
f.
Guru sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan
mutu profesinya.
g.
Guru menciptakan dan memelihara hbungan antara sesama guru, baik
berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan.
h.
Guru secara hukum bersama-sama mmelihara, membina dan meningktakan
mutu organisasiguru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
i.
Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan.[9]
BAB III
PENUTUP
Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta
didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan
pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal,
tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushola, di rumah, dan sebagainya.
Dari uraian diatas maka dapat kita pahami bahwa, Makna guru atau
pendidik pada prinsipnya tidak hanya mereka yang mempunyai kualifikasi keguruan
secara formal diperoleh dari bangku sekolah/perguruan tinggi, melainkan yang
terpenting adalah mereka yang mempunyai kompetensi keilmuan dan dapat
menjadikan orang lain pandai dalam matra kognitif, afektif dan psikomotorik.
Seorang guru hendaknya memegang teguh komitmen ‘ing ngarso sung
tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Ing ngarso sung tuladha bermakna bahwa guru harus menjadi panutan,
dapat digugu dan ditiru atas semua perkataan dan perbuatannya. Ing madya mangun
karsa, yaitu mampu menjadi mediator untuk menjadikan siswanya berkarya dan
berkehendak atas kemampuan masing-masing. Tut wuri handayani, dengan maksud
guru harus mampu mendorong dari belakang terhadap pesertanya untuk senantiasa
berbuat yang lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri, bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Cucu Suhana, Hanafiah. 2012. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung:
Refika Aditama
Mustakim, Zaenal. 2013. Strategi dan Metode Pembelajaran.
Pekalongan: STAIN Press
Bahri Djamarah, Syaiful. 2000.
Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka
Cipta
[2] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) hlm. 31
[3] Ibid., hlm. 12
[4] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) hlm. 34
[5] Ibid., hlm 34
[6] Ibid., hlm. 37
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) hlm. 40
[8] `Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran (Bandung:
Refika Aditama, 2012) hlm. 106
[9] Syaiful Bahri Djamarah, hlm. 49-50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar